Washington, Harian Umum - Presiden AS Joe Biden memberikan dua opsi kepada Israel dalam merespon serangan Iran ke negaranya pada 13-14 April 2024 lalu. Jika opsi itu dinaikkan, bisa saja terjadi Perang Dunia III sebagaimana dikhawatirkan banyak kalangan.
Seperti dilansir Aljazeera, Senin (15/4/2024) dua opsi yang diberikan Biden kepada pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah menepati janji untuk selalu mendukung Israel sebagai "sekutu kuatnya", dan tidak mengambil tindakan lebih lanjut atas serangan itu karena dapat menyeret kawasan Timur Tengah ke dalam perang yang lebih luas.
"Hari-hari ke depan akan menunjukkan apakah kedua opsi tersebut sejalan, atau apakah prioritas kedua pemerintah (Israel) berada pada jalur yang bertentangan," kata Aljazeera mengutip para analis
Menurut Trita Parsi, wakil presiden eksekutif Quincy Institute for Responsible Statecraft yang berbasis di Washington, dalam jangka pendek, serangan Iran itu dapat dianggap sebagai kudeta bagi Israel dan para negara sekutunya, terutama Amerika Serikat. Dari sudut pandang mereka, hal ini menawarkan pembenaran baru atas dukungan militer mereka kepada Israel, sekaligus melemahkan fokus dunia terhadap dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Gaza dalam perang yang berlangsung selama tujuh bulan.
Namun, penolakan Netanyahu terhadap opsi AS agar menahan diri, dapat membuat pemerintahan Biden semakin dilumpuhkan oleh komitmen politik dan ideologinya terhadap Israel, yang pada akhirnya dapat menyeret Washington ke dalam perang yang lebih luas.
“Israel telah diberitahu oleh Biden untuk menganggap ini sebagai kemenangan dan berhenti di sini. Meskipun hal ini bermanfaat, tetapi hal ini tidak cukup kuat dan jelas mengingat penolakan sistematis Netanyahu terhadap saran dan peringatan Biden secara pribadi selama tujuh bulan terakhir," kata Parsi.
Karena hal itu, ia meminta Biden bersikap lebih tegas.
"Biden harus lebih jelas dan lebih kuat dalam menarik garis merah bagi Israel dan Netanyahu untuk tidak membawa seluruh kawasan ke dalam perang," katanya.
Seperti diketahui, dalam dua hari serangan (13-14 April), Iran menembakkan sekitar 300 drone, rudal balistik dan rudal penjajah ke Israel, termasuk ke Tel Aviv, dan militer Israel mengklaim 99% serangan itu dapat dicegat di udara, sehingga serangan itu hanya menimbulkan sedikit kerusakan, dan juga hanya melukai seorang gadis yang terkena pecahan drone.
Serangan yang dinamai Operasi True Promise itu merupakan balasan atas serangan Israel terhadap kantor konsulat Iran di Damaskus, Suriah, pada 1 April 2024 yang menewaskan delapan orang, termasuk dua orang jenderal Iran. Serangan itu dikutuk secara luas karena melanggar norma-norma diplomatik.
Berdasarkan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik, kedutaan besar suatu negara dianggap setara dengan wilayah kedaulatan negara tersebut: Secara hukum, pemboman misi diplomatik Iran di Suriah setara dengan serangan terhadap wilayah Iran.
Setelah serangan pada 13-14 April itu, misi Iran di PBB mengisyaratkan tidak ada rencana lebih lanjut untuk membalas Israel, dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “masalah tersebut dapat dianggap selesai”.
"Namun, jika rezim Israel melakukan kesalahan lagi, tanggapan Iran akan jauh lebih parah,” katanya.
Di sisi lain, setelah serangan itu para pejabat tinggi AS dan Israel dikabarkan menghabiskan waktu berjam-jam untuk melakukan serangkaian panggilan telepon, dan Biden dilaporkan memberi tahu Netanyahu bahwa Washington tidak akan mendukung serangan balasan Israel terhadap Iran.
"Biden menekankan kekuatan yang diproyeksikan Israel dalam bertahan melawan serangan itu, sambil berusaha meredakan pertempuran lebih lanjut," kata para pejabat pemerintah AS seperti dilansir Aljazeera.
Dalam hal ini, tanggapan pemerintahan Biden telah mewujudkan “mikrokosmos dari keseluruhan pendekatan mereka sejak tanggal 7 Oktober”, menurut Brian Finucane, penasihat senior program AS di Crisis Group.
"Pendekatan itu “adalah memainkan peran sebagai pelaku pembakaran dan pemadam kebakaran di Israel-Palestina dan di Timur Tengah yang lebih luas”, katanya.
AS telah tahu serangan Iran ke Israel?
Khalil Jahshan, direktur eksekutif Arab Center Washington DC, membeberkan bahwa sebelum serangan Iran ke Israel, Amerika telah mengetahui tentang akan dilancarkannya serangan itu.
"Saya tidak rentan terhadap konspirasi, tapi saya merasa ada koordinasi antara pihak-pihak yang terkait dengan hal ini selama beberapa hari terakhir. Banyak informasi telah dibagi antara Teheran dan Washington. Jadi, (serangan itu) bukanlah suatu kejutan… Ini semacam teater politik," kata Jahshan kepada Aljazeera.
Pada hari Minggu, kantor berita Reuters yang mengutip seorang pejabat pemerintahan Biden, melaporkan bahwa AS melakukan kontak dengan Iran melalui perantara Swiss sebelum dan sesudah serangan itu. Namun, pejabat tersebut membantah bahwa Iran telah memberikan “pemberitahuan” sebelum peluncuran tersebut, yang menurut pejabat tersebut bertujuan untuk “menghancurkan dan menimbulkan korban”. (rhm)