Jakarta, Harian Umum - Tiga Ormas Islam menolak keras Indonesia berhubungan dengan Israel dalam bentuk apapun, karena Israel dinilai sebagai penjajah Palestina.
Ketiga Ormas ini bahkan meminta agar Luhut Binsar Panjaitan diproses secara hukum karena menerbitkan SK yang menjadi dasar hukum hubungan dagang Indonesia dengan Israel.
Ketiga Ormas dimaksud adalah Front Persaudaraan Islam (FPI), Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-Ulama).
Penolakan tersebut disampaikan melalui siaran pers yang dirilis Minggu (14/4/2024), menyusul adanya bantahan dari Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi atas adanya kabar bahwa Indonesia akan menormalisasi hubungan dengan Israel agar dapat bergabung dengan Organization of Economic Co-operation and Development (OECD), dan siaran pers itu ditandatangani ketua umum ketiga Ormas tersebut, yakni Habib Muhammad Alatthas (Ketum FPI), Ustaz Yusuf M Martak (Ketum GNPF-Ulama), dan KH. Ahmad Shobri Lubis (Ketum PA 212).
"(Kami) menghargai dan mengapresiasi sikap Kementerian Luar Negeri yang membantah berita dari media zionis israel yang menyatakan tidak ada rencana Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan israel. Pernyataan resmi dari pihak kemenlu tersebut patut untuk terus direalisasikan dan dipertahankan secara konsisten, termasuk oleh pemerintahan berikutnya," kata ketiga Ormas dalam siaran pers tersebut.
FPI, GNPF-Ulama dan PA 212 mengecam dan melaknat segala bentuk upaya normalisasi hubungan diplomatik dengan Zionis Israel dalam bentuk apapun, karena merupakan PENGKHIANATAN terhadap Pancasila dan UUD 1945;
"MENUNTUT Presiden Republik Indonesia untuk konsisten membela perjuangan rakyat Palestina sesuai amanat Konstitusi UUD 1945 dan menarik diri dari segala perundingan normalisasi hubungan diplomatik dengan Zionis Israel yang merupakan pengkhianatan terhadap Konstitusi UUD 1945;" kata ketiga Ormas pada poin ketiga siaran persnya.
FPI, GNPF-Ulama dan PA 212 bahkan menuntut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan untuk segera mencabut Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor: 23/MPP/01/2001 yang ditandatangani oleh Luhut Binsar Panjaitan saat Menko Kemaritiman dan Investasi itu masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan, karena SK tersebut dinilai menjadi dasar hukum hubungan resmi perdagangan antara Indonesia dengan Israel.
"Oleh karenanya, selain mencabut SK dimaksud, adalah menjadi kewajiban untuk segera memproses hukum Luhut Binsar Panjaitan yang telah melakukan PENGKHIANATAN TERHADAP KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA," tegas FPI, GNPF-Ulama dan PA 212.
Ketiga Ormas ini menyebut, siapapun pelaku upaya normalisasi hubungan diplomatik dengan Zionis Israel telah melakukan PERBUATAN TERCELA dan melakukan pula kejahatan bukan hanya terhadap perjuangan rakyat Palestina, tetapi juga telah secara nyata melakukan PENGKHIANATAN TERHADAP BANGSA DAN KONSTITUSI INDONESIA.
"Menyerukan kepada seluruh Umat Islam dan seluruh elemen rakyat Indonesia untuk mewaspadai dan mencegah serta membersihkan OPERASI HASBARA dari bumi Indonesia,
yaitu modus operandi berupa operasi media pemutarbalikin fakta melalui opini publik yang
dilakukan oleh agen agen zionis berkebangsaan Indonesia. Agen agen zionis ini beroperasi selain melalui media massa mainstream, juga melalui berbagai platform media sosial, serta melalui sebuah yayasan bernama Indonesia Israel Public Affair Committe (IIPAC)," imbuh FPI, GNPF-Ulama dan PA 212 pada poin keenam siaran persnya.
Pada poin ketujuh, ketiga Ormas itu menyerukan kepada segenap rakyat Indonesia untuk tetap konsisten berpegang pada amanat Konstitusi UUD 1945 dalam membela perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina dan melawan penjajahan Zionis Israel.
Pada poin kedelapan atau terakhir, FPI, GNPF-Ulama dan PA 212 menyerukan kepada umat Islam agar SIAGA JIHAD atas rencana ritual penyembelihan sapi merah yang berujung
pada perusakan MASJID AL AQSHO oleh Zionis Israel.
Seperti diketahui, pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945 dinyatakan; "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan".
Karena, FPI, GNPF-Ulama dan PA 212 menilai, membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang merupakan negara penjajah Palestina, melanggar Konstitusi. (rhm)