Jakarta, Harian Umum - Komite Advokasi Aliansi Aktivis Kasus Pelanggaran HAM Vina Cirebon (KA3P-HAM-Vina) mendesak Komnas HAM agar membentuk Tim Investigasi Independen kasus pembunuhan Vina dan pacarnya, Eky, pada tahun 2016.
Komite yang dipimpin aktivis dan praktisi hukum Muhammad Nur Lapong itu diterima Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah dan staf.
Berikut Lapong, ada tujuh aktivis KA3P-HAM-Vina yang hadir dalam pertemuan ini, di antaranya Rudi Abdul Rahman dari Syarikat Alumni ITB, Arie Argon dari Hizbullah Indonesia, Siti Fatimah (Ketua Waktu Indonesia Bergerak/WIB), Enny Tamanu dari Forum Alumni Perguruan Tinggi ae-Indonesia (FA PETISI), dan Yuni Saweni dari Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera).
"Kami prihatin pada penanganan kasus pembunuhan Vina dan Eky oleh Polda Jawa Barat yang kami nilai tidak profesional, karena dari hasil analisis civil society movement, kalangan pakar, akademisi dan reaksi para advokat, baik dalam aspek hukum maupun aspek kajian disiplin ilmu lainnya terhadap kasus ini, jelas melihat kejanggalan-kejanggalan yang menjurus kepada kesimpulan umum bahwa dalam kasus ini telah terjadi pelanggaran dan kejahatan hukum, baik terhadap Vina maupun terhadap 8 orang yang telah dipidana, serta terhadap Pegi Setiawan, kuli bangunan yang ditangkap pada 21 Mei 2024 silam dan telah pula ditetapkan sebagai tersangka," katanya
Atas dasar itu, Lapong menegaskan telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus ini, dan pihaknya mendorong Komnas HAM agar segera membentuk Tim Investigasi Independen untuk mengusut kasus Vina dan Eky.
Selain itu, KA3P-HAM-Vina juga mendesak Komnas HAM agar ketujuh terpidana yang sedang menjalani hukuman di Penjara Lapas Kelas 1 Cirebon, difasilitasi untuk segera dipindahkan ke dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar proses hukum kepada tujuh terpidana terbuka dan lebih adil, jauh dari intimidasi aparat atau kelompok kepentingan atas kasus Vina.
"Hal ini penting untuk mengungkap siapa yang sesungguhnya harus divonis bertanggung jawab dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina Cirebon," tegasnya.
Seperti diketahui, kasus Vina semula disebut Polres Cirebon sebagai kasus kecelakaan tunggal, tetapi setelah Linda, teman Vina kesurupan "arwah Vina", diketahui kalau kasus ini merupakan kasus pembunuhan sekaligus pemerkosaan terhadap Vina.
Melalui Linda, arwah Vina menyebut jumlah orang-orang yang membunuh dirinya, sekaligus memperkosanya, sebanyak 12 orang, dan otaknya bernama Egi. Para pelaku ini menurut arwah Vina, adalah kelompok geng motor.
Polisi lalu menangkap delapan orang, yakni Eko Ramdhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Supriyanto, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana dan Saka Tatal. Saka yang kala itu, pada tahun 2017, berusia 15 tahun, divonis 8 tahun, sementara yang lain divonis hukuman seumur hidup.
Setelah itu kasus senyap, dan pada 8 Mei 2024, film berjudul Vina: Sebelum 7 Hari, tayang di bioskop-bioskop. Seperti halnya ketika video kesurupan Linda beredar di media sosial, kasus Vina viral lagi.
Polisi pun "terpaksa" membuka kembali kasus itu dan merilis daftar tiga orang yang belum tertangkap, serta memasukkannya dalam daftar pencarian orang (DPO). Mereka bernama Pegi alias Perong, Andi dan Dani.
Lebih heboh karena Saka yang telah bebas pada April 2020 karena mendapat remisi berkali-kali, "bernyanyi" kalau dia dan 6 terpidana yang masih mendekam di penjara (tidak termasuk Rivaldi), bukan pelaku pembunuhan dan pemerkosaan Vina.
Sebab, kata dia, saat pembunuhan terjadi, ia bersama ke-6 terpidana itu nongkrong-nongkrong di warung Bu Titin sambil main gitar dan minum ciu, kemudian pindah ke rumah Hadi, dan tidur di rumah kosong milik Pak RT setempat yang bernama Ahmad Pasren. Mereka semua dipidana karena dalam kesaksiannya, Pasren mengatakan kalau mereka tidak ada di rumahnya saat Pembunuhan terjadi, dan baru menginap sehari sebelumnya.
Saat ini Pasren sedang "diburu" masyarakat karena diduga memberikan keterangan palsu.
Terkait Rivaldi, dari penelusuran mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dan tim youtuber-nya, terungkap kalau sebelum Vina dan Eky dibunuh, Rivaldi telah mendekam di penjara karena kasus membawa senjata tajam
Di sisi lain, pada 21 Mei 2024 Polda Jabar menangkap Pegi Setiawan di Bandung dan menjadikannya sebagai tersangka karena menurut polisi, Pegi adalah aktor kasus itu dan Pegi dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Pada saat bersamaan, Polda Jabar menghapus Andi dan Dani dari DPO karena katanya, kedua nama itu fiktif.
Kehebohan kasus ini kian menjadi-jadi karena banyak saksi bahwa ketika Vina dan Eky dibunuh, Pegi yang kuli bangunan sedang bekerja di Bandung.
Lapong menilai, kasus Vina ini mengindikasikan kalau hukum di Indonesia memang tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas, karena betapa mudahnya polisi menjerat orang miskin menjadi tersangka. Padahal, telah beredar luas di masyarakat bahwa geng motor yang menjadi pelaku kasus ini, di dalamnya terdapat anak pejabat dan keluarga jenderal.
Bahkan ada kecurigaan bahwa kasus ini terkait masalah narkoba, karena ayahnya Eky, yakni Iptu Rudiana, saat kejadian menjabat sebagai Kanit Narkoba di Polresta Cirebon dan merupakan orang yang terlibat dalam.penangkapan Kapal Baharai I yang menyelundupkan 15 Kg sabu dan 20.000 butir ekstasi dari Tiongkok dan Malaysia.
Terkait permintaan KA3P-HAM-Vina, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan bahwa pihaknya sedang menangani kasus Vina, karena telah menerima dua laporan, yakni dari keluarga Vina dan pengacaranya, serta dari keluarga Pegi Setiawan dan pengacaranya.
"Ini masih berlangsung, jadi kami memang sedang menangani kasus ini," katanya.
Anis bahkan mengatakan bahwa Komnas HAM telah memeriksa sejumlah saksi, baik dari pihak pelapor maupun yang terkait. (rhm)