PENULIS melihat Aguan perlu membangun citra, meminjam 'Salon Tempo' untuk memperbaiki wajah Proyek PIK-2. Sayang, ibarat memasak, racikan Tempo terlalu banyak micin.
------------------------------
Oleh : Ahmad Khozinudin, SH
Advokat/Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat di PIK 2 (TA-MORPTR-PIK2)_
"Tepat pada pukul 17.55 WIB, Sugianto Kusuma meninggalkan kantor pemasaran Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di Jakarta Utara. Dikawal mobil polisi yang menyalakan sirene, mobil Range Rover hitam berpelat nomor Markas Besar Tentara Nasional Indonesia yang dinaiki pemilik Agung Sedayu Group, pengembang properti pesisir pantai utara Jakarta dan investor utama Ibu Kota Nusantara, itu membelah kepadatan jalan pada Selasa petang, 26 November 2024 ....."
Kutipan tulisan di atas, adalah redaksi pengantar wawancara Tempo dengan Aguan berjudul 'Soal Investasi IKN, Aguan: Kami Mesti Menjaga Wajah Presiden'.
Sepintas, redaksi di atas seperti kalimat pengantar biasa, sekedar pemanis sebelum pembaca diajak menyimak lebih dalam isi wawancara.
Namun, jika kita dalami secara seksama, tentu akan ada sejumlah pertanyaan di benak kita semua. Pertanyaan itu di antaranya adalah:
Siapa Aguan, dalam struktur kelembagaan Negara Republik Indonesia? Apakah Aguan pejabat penyelenggara negara? Lalu, kenapa Aguan dikawal oleh polisi secara resmi? Apapula dasar mobil Range Rover hitam berpelat nomor Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dinaiki Aguan? Darimana Mabes TNI punya anggaran untuk membeli mobil mewah sekelas Range Rover? Apapula kepentingan TNI menyediakan mobil TNI khusus untuk Aguan?
Sebenarnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa Aguan ibarat 'Negara dalam Negara' di Republik ini. Otoritas Republik ini seolah-olah ada di bawah kendali Aguan.
Laporan wawancara Tempo ini mengonfirmasi hal itu. Mungkin saja Aguan ingin pamer kepada publik melalui Tempo tentang betapa 'super powernya' dia; betapa Republik ini ada dalam kendalinya, sehingga polisi dan TNI melayaninya.
Tapi Aguan lupa, dirinya itu kecil. Kekuasaan Aguan tak ada apa-apanya dibandingkan kekuasan Bashar al-Assad di Suriah. Meski begitu, Bashar Assad pun tumbang.
Hanya anehnya, narasi gagah tentang Aguan yang dilayani Polisi dan TNI ini ternyata tidak sejalan dengan isi wawancara. Dalam wawancara, Aguan justru sedang memainkan narasi 'Playing Victim' sambil ingin memperkenalkan dirinya sebagai sosok Sinterklas yang banyak menolong masyakarat dengan berbagai kegiatan filantropinya.
Aguan yang berjarak dengan media tak pernah mau diajak wawancara, tapi tiba-tiba hari ini mau diwawancara Tempo. Tentu saja, karena narasi pembelaan orang di sekelilingnya, baik Yoris Raweyai hingga Maruarar Sirait, tak lagi mampu menutupi borok-borok proyek PIK-2.
Aguan merasa perlu turun langsung, diawali dengan janji akan membangun masjid. Saat itu Aguan didampingi Maruarar Sirait. Terlihat Ara atau Maruarar Sirait, sks Politisi PDIP ini tak digubris Aguan ketika mencoba menjelaskan lebih lanjut tentang komitmen yang disampaikan Aguan.
Jadi, wawancara Tempo ini adalah langkah lanjutan Aguan turun gunung untuk membela proyeknya.
Beberapa substansi wawancara Aguan, kepada Tempo adalah sebagai berikut:
Pertama, seperti biasa Aguan bicara dimensi spiritual dan sosial, melalui aktivitas filantropi Yayasan Buddha Tzu Chi miliknya. Bicara aspek filosofi, moral hingga keluarganya.
Kedua, Aguan berusaha membantah narasi PSN PIK-2 adalah hadiah dari Jokowi untuk dirinya.
Ketiga, Aguan justru Curhat, dia 'habis-habisan' mendukung proyek IKN untuk menyelamatkan wajah Jokowi.
Keempat, Aguan meminta yang berseberangan dengan dirinya menggunakan jalur hukum.
Sebenarnya, apa yang disampaikan Aguan adalah redaksi berulang yang juga disampaikan jongos-jongosnya di lapangan. Misalnya; "Kalau merasa tanahnya dirampas, bawa dong ke pengadilan".
Tapi kita semua tahu, di kepolisian, kejaksaan, hingga di pengadilan ada siapa. Banyak mafia hukum, mafia tanah, mafia peradilan, bercokol di berbagai lembaga penegak hukum, hingga di BPN.
Hari ini Aguan nampak galau, risau, cemas, marah, sekaligus takut. Apa yang dicemaskan, dirisaukan adalah tentang bersatunya rakyat melawan oligarki rakus perampas tanah rakyat yang telah, sedang dan terus bergerak. Dia marah kepada sejumlah kaki tangannya yang tak efektif membela dirinya. Dia takut, kehilangan bisnis yang dibangun puluhan tahun, dan lebih takut akan berujung mendekam di penjara.
Nah, karena motif itulah penulis melihat Aguan perlu membangun citra, meminjam 'Salon Tempo' untuk memperbaiki wajah Proyek PIK-2. Namun, sayang, ibarat memasak, racikan Tempo terlalu banyak micin (penyedap rasa). Mestinya, Tempo tak usah menyingung mobil Range Rover warna hitam berplat TNI.
Sudahlah Aguan, tenang saja. Kami sudah menempuh jalur hukum kok. Kami sudah menggugat Anda di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sampai ketemu hari Senin, tanggal 16 Desember 2024. InsyaAllah. [].