Rio de Janeiro, Harian Umum - Sedikitnya 119 orang tewas dalam operasi besar-besaran yang dilakukan kepolisian Rio de Janeiro dan tentara pada awal pekan ini dengan target geng narkoba Comando Vermelho atau Red Command.
Dikutip dari Reuters, Kamis (30/10/2025), penggerebekan yang melibatkan sekitar 2.500 personel kepolisian dan tentara itu dilakukan di sebuah lokasi di Favela dan Complexo de Alemao, karena tempat ini ditengarai sebagai "sarang" Red Command.
Sekretaris polisi negara bagian Rio, Felipe Curi, menjelaskan, baku tembak antara polisi dan tentara dengan anggota geng Red Command tidak hanya terjadi di Favela, sebuah kawasan padat penduduk dan miskin di Brasil, tetapi juga di hutan di dekat pemukiman itu karena anggota geng Red Command banyak yang lari ke sana untuk bersembunyi.
"Mereka di hutan, mengenakan pakaian kamuflase, rompi, dan senjata. Kemudian, banyak dari mereka yang muncul dengan mengenakan pakaian dalam atau celana pendek tanpa peralatan (senjata), seolah-olah mereka baru saja berpergian dan mengganti pakaian," katanya.
Setelah penggerebekan itu, warga mengumpulkan jenazah korban dengan sebuah truk dan kemudian diletakkan di alun-alun Favela. Mereka memaki polisi dan tentara, serta berteriak-teriak menuduh polisi dan tentara melakukan"pembantaian", dan "menuntut keadilan".
"Mereka bisa saja dibawa ke penjara, kenapa dibunuh seperti ini? Banyak dari mereka yang hidup dan meminta bantuan," kata Silva Santos, salah seorang warga.
"Kami melihat mereka yang dieksekusi: ditembak di punggung, ditembak di kepala, luka tusuk, diikat. Tingkat kebrutalan ini, kebencian yang disebarkan, tidak ada cara lain untuk menggambarkannya selain sebagai pembantaian," kata Santiago, warga yang lain.
Tak lama kemudian tim forensik dari kepolisian Rio de Janeiro datang dan membawa jenazah-jenazah itu ke rumah sakit.
Namun, aksi warga tidak sampai di situ, karena mereka kemudian menggelar demonstrasi, untuk memprotes kekerasan aparat saat menggerebek Favela dan Complexo de Alemao. Massa juga mendesak agar Gubernur Rio de Janeiro Claudio Castro mundur dari jabatannya.
Dalam aksi itu, puluhan warga Favela berkumpul di depan kantor pusat pemerintahan negara bagian, meneriakkan kata "pembunuh!" dan mengibarkan bendera Brasil yang diwarnai dengan cat merah.
Mereka juga mempertanyakan soal kondisi jenazah, karena katanya, menurut sebuah laporan, ada jenazah yang ditemukan dengan luka tusuk dan cacat.
Aksi ini membuat Mahkamah Agung, jaksa, dan parlemen menuntut pemerintahan Gubernur Claudio Castro memberikan informasi rinci terkait operasi berdarah itu.
"Ini adalah pembunuhan," kata warga dari kompleks Penha, Barbara Barbosa, dikutip dari AP, Kamis (30/10/2025). Dia mengungkap putranya tewas dalam operasi sebelumnya di Penha.
Seperti diketahui, sebagaimana di Colombia dan kebanyakan negara Amerika Latin lain, Brasil juga rawan peredaran narkoba yang dilakukan secara terorganisir oleh geng-geng.
Penggerebekan yang dilakukan di Favela dan Complexo de Alemao, setelah sebelumnya dilakukan di Penha, merupakan bagian dari perang besar pemerintah Brasil terhadap peredaran Narkoba. (man)







