JAKARTA, HARIAN UMUM – Jakarta - Menteri Dalam negeri (Mendagri) Tito karnavian mengeluarkan instruksi yang memuat ketentuan kepala daerah bisa diberhentikan jika melanggar protokol kesehatan covid-19.
Instruksi ini terbit sehari setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dimintai klarifikasi polisi terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan di acara Habib Rizieq Shihab.
Menanggapi hal itu Ketua Presidium KAHMI Jaya, M. Taufik menilai instruksi Mendagri itu keluar karena emosi sesaat setelah adanya kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat. “Jadi emberhentian kepala daerah berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri perlu didiskusikan lebih lanjut,” kata Taufik dalam diskusi pakar yang di gelar Kahmi Jaya, di Cikini Jakarta Pusat, Rabu (25/11/2020).
Menurut Taufik, instruksi Kemendagri yang isinya bisa memberhentikan kepala daerah terlalu sederhana jika terjadi di negara ini. Seharusnya kata Taufik surat instruksi itu biasanya bersifat internal dan tidak bisa mengintervensi lembaga lain. “Kita baca intruksi Mendagri itu, kok isinya bisa mecat gubernur. Seharusnya itu tidak bisa berlaku surut. Apalagi keluarnya setelah adanya pemanggilan Gubernur oleh Polda sehari sebelumnya,” ujarnya.
Di tempat yang sama Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis juga menyoroti pemanggilan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan oleh penyidik Polda Metro Jaya yang banyak menimbulkan pro kontra.
Menurut Margarito pemanggilan Anies tidak sesuai kaidah hukum. Karena itu dia mendorong Menkopolhukam agar menghentikan pemeriksaan terhadap Anies. Saya sudah bicara ke Menkopolhukam agar mengeluarkan instruksi kepada Kapolri untuk menghentikan pemeriksaan kepada Anies. Karena surat itu bersifat undangan klarifikasi, tapi isinya penyelidikan atas dugaan tindak pidana UU Kekarantinaan Wilayah," ujar dia.
Sementara Pakar kebijakan publik Universitas Nasional, Chazali Situmorang mengungkapkan, dua regulasi yang diterbitkan Kemendagri untuk kepala daerah tidak termasuk peraturan perundang-undangan yang harus diikuti kepala daerah tidak termasuk peraturan perundang-undangan yang harus diikuti kepala daerah.
Sebab hakekat instruksi itu bersifat mendorong, mengkngrol, dan mempercepat suatu target program /kegiatan. Apalagi, dasar pertimbangan instruksi Menteri ini adalah arahan Presiden dalam ratas kabinet tanggal 16 November 2020 yang menegaskan konsistensi kepatuhan prokes Covid-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat.
Dua regulasi tersebut yaitu permendagri No 20 tahun 2020 tentang percepatan penanganan COVID-19 di lingkungan pemda tanggal 14 maret. Dan instruksi mendagri nomor 6 Tahun 2020 tentang penegakan prokes untuk pengendalian dan penyebaran Covid-19 tanggal 18 November 2020.
“Dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 201 menyebutkan yang disebut peraturan perundang-undangan adalah PP, Perpres, Permen, dan Perda,” pungkasnya. (Zat)