Tangerang, Harian Umum - Lembaga kerjasama Tripartit daerah (LKS TRIPDA) Provinsi Banten Unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Gedung Hotel Istana Nelayan ,Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Selasa (2/7/2024)
Kegiatan ini diselenggarakan untuk merespon UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dan PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera yang diterbitkan pemerintah.
"Hasil FGD ini adalah perwakilan perangkat organisasi buruh se Provinsi Banten sepakat untuk menolak UU P2SK dan Tapera," ujar Wakil Ketua LKS TRIPDA Provinsi Banten yang juga Ketua DPD KSPSI Provinsi Banten, Dedi Sudarajat, melalui siaran tertulis yang diterima harianumum.com, Rabu (3/7/2024).
Ia mengakui, hasil FGD itu akan menjadi rekomendasi untuk para stakeholder.
“Rekomendasi itu telah ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir. Rekomendasi itu kami sampaikan kepada DPR RI, Presiden, Menteri Keuangan, Menteri PUPR, Menaker, dan LKS Tripartit nasional,” jelasnya..
FGD juga dilaksanakan untuk menyusun langkah-langkah sebelum PP turunan dari UU P2SK terbit, serta membuat kajian terkait dampaknya bagi pekerja peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) BPJS Ketenagakerjaan.
"Setelah kita kaji bersama melalui FGD, kami buruh se Banten sepakat menolak undang-undang P2SK tersebut, karena undang-undang itu sangat merugikan para tenaga kerja peserta program JHT dan JP BPJS ketenagakerjaan," imbuh Dedi.
Lebih jauh Dedi mengungkapkan, terbitnya PP No. 21 Tahun 2024 tentang Tapera mendapatkan sorotan penting dari berbagai organisasi buruh di Banten, karena PP itu dianggap memaksa buruh untuk mengiur 2,5% setiap bulan yang lebih banyak merugikan dari pada manfaatnya bagi buruh.
Sebab, jika berjalan tentu uang buruh akan mengendap hingga usia 58 tahun. Padahal, selama ini kehidupan buruh sudah susah akibat kenaikan upah yang kecil, sehingga Tapera akan menambah penderitaan buruh.
"Jadi, saya tegaskan kalau pemerintah masih terus mendzolimi kaum buruh, seluruh perangkat serikat buruh se-Banten akan melakukan aksi besar menolak dan membatalkan UU P2SK dan Tapera," tegasnya.
Sementara itu, anggota LKS Tripda Banten, Afif Johan, mengatakan, pihaknya menolak UU P2SK terutama pada Bab tentang Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
“UU P2SK ditolak karena Bab JHT yang akan buat kami punya dua akun, yaitu akun tetap dan akun tambahan, sementara kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sampai saat ini belum ideal di mana upah masih baru menyentuh kebutuhan fisik semata, belum menyentuh kebutuhan sosial, sehingga rentan risiko sosial,” katanya.
Salah satu anggota Tripda Banten, Intan Indria Dewi, tegas mengatakan bahwa mereka menolak Tapera karena iuran 2,5% per bulan menjadi beban bagi pekerja, khusunya kaum buruh.
"Padahal kita sama-sama mengetahui kenaikan UMK rata-rata tidak mencapai 1,5 %, tentu buruh sudah sangat terbebani l, akan tetapi pemerintah malah mengeluarkan peraturan baru mengiur sebesar 2,5%," ujarnya
Selain itu, kata Intan, peraturan Tapera belum jelas, terutama terkait siapa pengelolabya dan kepastian bagaimana perumahan akan didapatkan dan harga berapa pada batas waktu tertentu.
"Jadi, menurut saya, alangkah baiknya pemerintah menyediakan perumahan secara gratis agar buruh yang butuh bisa membeli secara menabung, tetapi sudah ada rumah/perumahannya," oungkas dia. (man)