Jakarta, Harian Umum - Tim Komite Advokasi Aliansi Aktivis Kasus Pelanggaran HAM VINA (KA3P-HAM-Vina) meminta kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan amnesti, rehabilitasi, abolisi, atau grasi kepada tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita alias Vina Cirebon dan kekasihnya, Muhammad Risky Rudiana alias Eky, yang saat ini masih mendekam dalam penjara karena vonis seumur hidup.
Permohonan tersebut tertuang dalam laporan singkat hasil kajian KA3P-HAM-Vina terhadap kasus Vina Cirebon yang disampaikan kepada presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Presiden (Setneg), Jumat (19/7/2024).
Laporan tersebut diterima Suhud, staf TU Kepresidenan - Setneg.
"Dengan segala kewenangan Kontitusi yang dimilikinya beserta peraturan perundang-undangan yang ada, agar Presiden RI dapat memberikan pilihan kebijakan berupa amnesti, rehabilitasi, abolisi, dan grasi kepada 8 korban yang menjadi tedakwa dalam kasus Vina, yang merupakan kewenangan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung atau DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UUD 1945," kata KA3P-HAM-Vina sebagaimana dikutip dari salinan surat laporan kepada Presiden tersebut, Sabtu (20/7/2024).
Ada empat poin dalam surat laporan organisasi yang dikoordinatori praktisi hukum M Nur Lapong tersebut.
Pada poin pertama, KA3P-HAM-Vina menyebut bahwa pihaknya berkeyakinan ketujuh terpidana itu, yakni Eko Ramdhani, Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Supriyanto, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana bukan pelaku pembunuhan Vina dan Eky.
Keyakinan yang sama juga disampaikan untuk terpidana kedelapan yang divonis 8 tahun penjara, tetapi telah bebas pada April 2020 karena mendapat remisi berkali-kali, yakni Saka Tatal.
"Setelah bertemu dan berdialog dengan Komnas HAM pada Senin 8 Juli 20024 di Kantor Komnas HAM, kami berkeyakinan kuat bahwa telah terjadi Kasus Pelanggaran HAM dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky yang disertai pemerkosaan terhadap Vina tersebut," kata KA3P-HAM-Vina.
Pada poin kedua, KA3P-HAM-Vina menyatakan bahwa atas kasus ini, masyarakat sebagai bagian social justice berharap keadilan bagi Vina dan Eky sebagai korban, maupun kedelapan terpidana yang mayoritas dari mereka merupakan kuli bangunan, bukan anggota genk motor sebagai mana yang dituduhkan pihak kepolisian
"Respon kelompok civil society movement, kalangan pakar, akademisi, dan reaksi para advocat baik dalam aspek hukum dan aspek kajian disiplin ilmu lainnya terhadap kasus Vina Cirebon, jelas melihat kejanggalan-kejanggalan yang menjurus kepada kesimpulan umum, bahwa dalam kasus ini telah terjadi pelanggaran dan kejahatan hukum, baik atas diri Vina sebagai korban maupun terhadap 8 terdakwa, baik yang dilakukan oleh institusi Kepolisian, institusi Kejaksaan dan Pengadilan," jelas KA3P-HAM-Vina.
Organisasi ini memiliki dugaan kuat bahwa saat kasus ini disidangkan, terjadi penyesatan keadilan atau pengadilan sesat atas kepentingan pihak tertentu, sehingga selama 8 tahun 3 DPO kasus ini tidak tertangkap, bahkan mandeg, dan baru dibuka kembali setelah difilmkan dengan judul "Vina: Sebelum 7 Hari'.
Pada poin ketiga, KA3P-HAM-VINA menyampaikan kesimpulan bahwa sudah seyogyanya Presiden Jokowi sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan menggunakan kewenangannya yang diberikan konstitusi dan UU. Untuk melindungi, menegakan, dan memajukan hak asasi manusia warga negara Indonesia.
"Presiden sudah patut mengambil alih Kasus Pelanggaran HAM Vina untuk diungkap sebagaimana harapan Bapak Presiden yang disampaikan ke publik bahwa kasus tersebut betul-betul dikawal, transparan, dibuka semuanya tanpa ada yang perlu ditutup tutupi.
Dan pada poin keempat, KA3P-HAM-VINA meminta keringanan hukuman bagi ketujuh narapidana yang masih dipenjara karena divonis hukuman seumur hidup. (rhm)







