Jakarta, Harian Umum- Kenaikan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dari 3,5% pada Pemilu legislagif (Pileg) 2014 menjadi 4% pada Pileg 2019, diprediksi bakal mengurangi jumlah partai politik (Parpol) yang masuk DPR RI.
"Angka 4% itu angka yang besar. Pada Pileg 2014, dengan jumlah Parpol peserta Pemilu sebanyak 12, ambang batas hanya 3,5%. Tahun depan, dengan jumlah Parpol peserta Pemilu sebanyak 16, ambang batas parlemen 4%. Artinya, makin sulit bagi sebuah parpol untuk mendapatkan kursi di DPR," jelas Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, dalam diskusi bertajuk 'Mengejar Ambang Batas Parlemen' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (12/5/2018).
Lebih detil dijelaskan, dengan jumlah Parpol sebanyak 16, maka suara pemilih akan menyebar kepada ke-16 Parpol itu. Jika dalam DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu) terdapat 189 juta orang dan yang punya hak pilih sebanyak 70% atau 103 juta orang, maka untuk dapat lolos ambang batas parlemen setiap Parpol minimal harus mendapatkan 5 juta suara.
"Mendapatkan suara 5 juta bukan perkara gampang. Maka, saya sendiri melihat kalau kebijakan menaikkan ambang batas parlemen itu memang untuk mengurangi jumlah Parpol di Parlemen," katanya.
Ketika ditanya apakah kondisi ini akan membuat kompetisi antar Parpol akan semakin keras, sehingga berpotensi menimbulkan kecurangan, bahkan pelanggaran Pemilu? Titi membenarkan.
"Karena itu Bawaslu maupun Gakumdu (Penegakkan Hukum Terpadu) harus bersinergi dengan baik. Jangan lagi terulang dimana Bawaslu mengatakan memang ada pelanggaran, sedang polisi bilang tidak," katanya.
Ia pun berharap di 2019 nanti Parpol lebih mengedepankan strategi dalam meraih suara, bukan melakukan negatif campaign, menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian.
"Kita berharap Parpol dapat berkompetisi secara fairplay," katanya.
Ketika ditanya apakah keberadaan tagar, seperti tagar #2019GantiPresiden dapat ikut mempengaruhi perolehan suara Parpol? Titi menjawab tagar merupakan cerminan dari sebuah sentimen.
"Kalau tagar itu dibangun dengan basis argumen yang kuat, akan berpengaruh. Kalau sebaliknya, maka tidak berpengaruh," pungkasnya. (rhm)