Jakarta, Harian Umum - Alumni dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, Minggu (7/7/2024) di sebuah kafe di bilangan Jakarta Selatan, mendirikan Ikatan Alumni Kampus Seluruh Indonesia (IAKSI).
Perguruan tinggi dimaksud di antaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Airlangga (Unair), University Jayabaya, Universitas Nasional (Unas), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan lain-lain/@8!.
Muhammad Rifai, alumni UGM), terpilih sebagai ketua melalui pemilihan dengan mekanisme voting.
Rifai unggul telak dengan perolehan suara 18, sementara tiga kandidat lainnya, yakni Saut meraih dua suara, dan Eko serta Ardianto nol alias tidak memperoleh suara
"Saya terkejut karena teman-teman memilih saya," kata Rifai seusai pemilihan.
Ardianto, salah satu pendiri IAKSI, menjelaskan, organisasinya ini dibentuk karena mereka ingin memberdayakan publik dengan agenda-agenda demi kemaslahatan negeri.
"Kita ingin ada rezim baru dengan kebijakan-kebijakan yang tidak hanya prorakyat, juga kebijakan-kebijakan yang membuat negara kita maju sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa," katanya.
Karena hal tersebut, lanjut dia, ke depan IAKSI akan mengambil peranan, termasuk dalam.perspektif daerah dengan melibatkan diri pada penyelenggaraan Pilkada, khususnya Pilkada Jakarta.
Hal senada disampaikan pendiri IAKSI yang lain, Cicik Restiana. Ia mengatakan, IAKSI dibentuk dengan keinginan dan tekat memperbaiki kondisi negeri.
"Karena itu kita akan terus memonitor dan menjalankan agenda-agenda untuk menciptakan adil, makmur dan sejahtera," katanya.
Sementara Penasehat IAKSI Rizal Fadillah mengatakan, di tengah kondisi di mana pemerintah mengintervensi kampus, sehingga civitas akademika tidak dapat bergerak dengan bebas, forum-forum alumni, termasuk IAKSI, memiliki peran yang sangat strategis, karena alumni tidak terikat dengan sistem yang berlaku di kampus.
"Jadi, IAKSI bisa bergerak ke mana saja, ke rektor, mahasiswa dan juga alumni yang lain," katanya.
Rizal mengakui bahwa kampus adalah agen perubahaan sosial, sehingga ketika kampus dikontrol dan dikooptasi, maka hal itu berbahaya bagi kemajuan bangsa ke depan.
"Karena itu dalam salah satu opini saya, saya katakan bahwa kampus Haris melawan," tegasnya.
Seperti diketahui, intervensi terhadap kampus dimulai tahun 2017, ketika Menteri Dalam Negeri kala itu, yakni Tjahjo Kumolo, mengatakan bahwa rektor harus dipilih oleh presiden demi menjaga kampus agar tidak terpapar ideologi selain Pancasila.
Setelah itu Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Permenristekdikti Nomor 21 Tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pimpinan Perguruan Tinggi di mana pasal 9 ayat (3) huruf a Permenristekdikti itu menyatakan bahwa dalam pemilihan pimpinan perguruan tinggi, menteri punya 35 persen hak suara dari total pemilih yang hadir. Melalui ketentuan itulah intervensi terhadap kampus diduga terjadi karena pada Permenristekdikti sebelumnya, yakni Permenristekdikti Nomor 17 Tahun 2017, menteri tidak punya hak suara dalam pemilihan perguruan tinggi.
Sejak intervensi terjadi, banyak kejadian di lingkungan kampus. Terbaru, Rektor Unair memecat Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unair Budi Santoso karena dekan itu menolak kebijakan pemerintah mengimpor dokter asing. (rhm)