Jakarta, Harian Umum- Untuk kesekian kalinya Imam Besar Umat Islam Indonesia, Habib Rizieq Shihab (HRS) mengajak umat Islam untuk mengakhiri pemerintahan Jokowi-JK melalui Pilpres 2019.
HRS bahkan kini tak hanya menyebut pemerintahan Jokowi sebagai rezim pendukung penista agama, namun juga Rezim Durhaka, karena Jokowi memenangi Pilpres 2014 dan menjadi presiden karena suara umat Islam, namun pemerintahannya justru menzalimi Islam.
Ajakam jtu disampaikan melalui video audio yang diputar dalam acara Senandung Sholawat dan Zikir Nasional Serta Doa Untuk Keselamatan Bangsa (Munajat 212) di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019) malam.
Melalui video audio itu pendiri Front Pembela Islam (FPI) tersebut mengupas soal kejadian terkini di Tamah Air yang dinilai centang perenang, khususnya di bidang penegakkan hukum.
Menurur dia, penegakkan hukum di Indonesia saat ini tidak adil dan membuat rakyat menderita. Contohnya Robert Tantular, terpidana kasus Bank Century yang merugikan negara triliunan rupiah dibebaskan secara bersyarat karena mendapat remisi 77 bulan, sementara Ustad Abu Bakar Ba'asyir yang telah menjalani lebih dari 2/3 masa hukumannya, tak juga dibebaskan dari penjara.
"Koruptor cukong membuat rakyat menderita dan sengsara bebas dengan potongan tahanan luar biasa. Sedangkan seorang ustad tua korban rekayasa tak dilepas dari penjara. Inikah penegakan hukum suka-suka? Astaghfirulah," katanya.
HRS juga menyinggung ketidakadilan pemerintahan Jokowi dalam penegakan sanksi terhadap kepala daerah yang ikut bermain politik dengan mendukung di Pilpres 2019. Ia mengungkit pemanggilan Gubernur DKI Anies Baswedan oleh Bawaslu karena pose dua jari sebagai dukungan terhadap Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Duhai Allah, saat sekarang gubernur mengacung jari dua ikut sanubari mendukung pemimpin hasil ijtima ulama langsung dipanggil, disidang. Namun puluhan gubernur, walikota acungkan dukung penguasa, mereka semua bungkam. Kezaliman sangat kasat mata inikah penegakan hukum suka-suka?" katanya.
Ia juga mengkritik karena di era pemerintahan Jokowi oang dengan gangguan kejiwaan pun masuk daftar pemilih tetap (DPT) dan punya hak mencoblos pada 17 April mendatang.
"Dalam syariat-Mu tidak ada sanksi hukum untuk orang gila, transaksi kesaksian orang gila tidak sah. Namun untuk kepentingan politik penguasa suara orang gila dianggap sah, ini lah anomali hukum digerus," katanya.
Habib pun kemudian memanjatkan doa yang diaminkan ribuan umat Islam yang menghadiri Munajat 212 agar Indonesia diberi perubahan, karena tak ingin kondisi Indonesia makin hari terus mengalami kesengsaraan.
Di antara doanya, HRS mengatakan begini; "Kami bertekad melawan kezaliman, menegakkan keadilan. Dengan jiwa raga, kami siap tenggelamkan Rezim Durhaka, rezim pendukung penista agama. Namun, tanpa izin-Mu kami tak bisa. Laa hawla wa laa quwwata illa billah". (rhm)