Jakarta, Harian Umum- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik mengatakan, PT Trans 1000 Jakarta Transportindo tidak boleh memonopoli bisnis angkutan kapal laut di Kepulauan Seribu dan tak boleh mengenakan tarif terlalu tinggi.
Hal ini disampaikan terkait adanya keluhan dari warga Kepulauan Seribu dan pengusaha kapal tradisional menjelang beroperasinya 16 kapal laut PT Trans 1000 pada Oktober 2018 mendatang.
"Nggak boleh ada monopoli, tarif pun harus lebih murah," kata Taufik kepada wartawan di gedung Dewan, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).
Ia menambahkan, sejatinya transportasi laut di perairan Kepulauan Seribu dikelola oleh Pemprov DKI melalui PT Transjakarta. Namun menurutnya, meski Trans 1000 perusahaan swasta, tetap saja tak boleh mengenakan tarif terlalu tinggi karena disubsidi.
"Kalau Trans 1000 mengenakan tarif segiitu (Rp75.000/penumpang), itu mungkin tarif sebelum subsidi," tegasnya.
Meski demikian politisi Partai Gerindra ini tak yakin pada Oktober 2018 ke-16 kapal Trans 1000 telah mulai beroperasi.
"Coba saja cek ke laut, sudah nyebur belum tuh kapal," katanya.
Sebelumnya, Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta (Amarta) Kepulauan Seribu, Tobaristani, memprotes PT Trans 1000 karena terindikasi akan memonopoli bisnis transportasi laut di Kepulauan Seribu.
Indikasi itu terendus dari pernyataan Direktur Utama PT Trans1000 Nana Suryana sebagaimana dimuat sejumlah media pada 17 September 2018. Dalam pemberitaan itu, Nana mengatakan bahwa ke-16 kapal Trans1000 yang mulai dioperasikan pada Oktober 2018 akan menggantikan kapal tradisional, karena kapal tradisional akan diremajakan dan disiapkan untuk mengangkut barang (kapal kargo).
Indikasi lain adalah fakta telah dibangunnya loket-loket Trans 1000 di pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Seribu, seperti Pulau Pramuka, Pulau Tidung, Pulau Pari dan Pulau Kelapa, sehingga ada kesan kalau masyarakat pulau akan dipaksa untuk menaiki kapal perusahaan itu jika ingin menyeberang ke darat (Jakarta), dan tak boleh lagi naik kapal tradisional.
Yang membuat masyarakat semakin risau, tarif yang dikenakan Trans1000 sangat mahal, yakni Rp75.000/penumpang, dan pengenaan tarif dimulai dari penumpang berusia 2 tahun.
"Tarif ini jauh lebih mahal dari tarif kapal tradisional yang hanya Rp35.000/penumpang untuk warga pulau, dan Rp54.000/penumpang untuk wisatawan atau tamu," katanya.
Dari penuturan Toba juga diketahui kalau tak semua pengusaha kapal tradisional yang bersedia kapalnya diremajakan menjadi kapal kargo, karena bisnis angkutan barang memang bukan bisnis yang biasa mereka geluti.
"Lagipula meski PT Trans1000 berjanji akan membantu melakukan peremajaan kapal, hingga kini juga belum jelas bagaimana mekanisme dan prosedurnya," kata dia.
Toba dan pengusaha kapal tradisional bernama Tawa, berharap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turun tangan untuk mencegah terjadinya monopoli di perairan Kepulauan Seribu.
"Biarkan warga tetap memiliki alternatif sarana transportasi yang murah dan terjangkau, karena mayoritas warga pulau adalah nelayan," tegas Toba.
Menurut data, saat ini ada 42 kapal tradisional yang melayani warga Kepulauan Seribu. Kapal-kapal itu beroperasi dari Pelabuhan Kali Adem dan Muara Angke.
Berdasarkan pasal 48 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelanggaran terhadap UU ini dapat dikenakan pidana kurungan 3 hingga 6 bulan dan denda Rp1 miliar hingga Rp100 miliar. (rhm)