Jakarta, Harian Umum- Amnesty International mengkhawatirkan langkah DPR mengesahkan revisi UU Antiterorisme, Jumat (25/5/2018), karena dalam UU baru ini terdapat pasal-pasal yang bisa mengancam hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
"Regulasi ini juga beresiko menimbulkan adanya penahanan sewenang-wenang, tindak penyiksaan, serta perlakuan sewenang-wenang lainnya, dan juga bisa memperluas ruang lingkup penerapan hukuman mati," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, di Jakarta, Sabtu (26/5/2018).
Dia menjelaskan, frase-frase ambigu yang terdapat dalam UU Antiterorisme tersebut dapat digunakan oleh otoritas untuk membatasi hak berekspresi dan berkumpul, serta dapat disalahgunakan untuk mengekang segala kegiatan demonstrasi politik damai di masa akan datang.
Kekurangjelasan dari frasa-frase tersebut melanggar syarat dalam hukum internasional tentang HAM yang memandatkan frasa-frasa dalam hukum kriminal harus diformulasikan secara jelas agar orang-orang bisa mengetahui secara jelas tindakan apa yang dilarang dalam suatu produk hukum.
"Untuk menjaga hak warga negara mendapatkan proses peradilan yang adil dan menjaga agar tidak terjadi penyiksaan dan jenis tindakan tidak manusiawi, otoritas di Indonesia harus memastikan bahwa para tahanan tidak dibatasi haknya untuk mendapatkan akses ke pengacara, atau perwakilan keluarga atau pihak ketiga yang mewakili mereka secara hukum," katanya.
Selain hal tersebut, jelas mantan aktivis KontraS ini, otoritas di Indonesia juga harus memastikan bahwa implementasi dari UU yang baru itu berjalan sesuai dengan kewajiban internasional Indonesia mengenai pelarangan penggunaan penyiksaan dan bentuk penyiksaan tidak manusiawi lainnya.
Seperti diketahui, pembahasan RUU Antiterorisme sempat mandeg selama dua tahun karena Pansus RUU Antiterorisme menolak beberapa ketentuan di dalam RUU itu yang dinilai dapat membuat Densus 88 sewenang-wenang dan mengabaikan HAM.
Setelah serangan beruntun di tiga gereja di Surabaya dan serangan terhadap Mapolresta setempat pada 13-14 Mei lalu yang menewaskan 13 orang, dengan dalih demi pemberantasan terorisme, pemerintah mendesak DPR segera mengesahkan RUU itu, dan terkabul Jumat lalu.
Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii, menjelaskan, RUU disahkan setelah substansinya banyak dirubah, antara lain dengan penambahan aturan.
"Ada perubahan signifikan terhadap sistematika UU, menambah bab pencegahan, bab soal korban, bab kelembagaan, bab pengawasan. Kemudian soal peran TNI yang itu semua baru dari UU sebelumnya," kata Syafii dia dalam sidang paripurna, sebelum RUU diketok palu menjadi UU. (man)