Jakarta, Harian Umum - Tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai ada kejanggalan dalam dana kampanye pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Mereka menyebut Jokowi-Ma'ruf telah melanggar prinsip kejujuran dan keadilan dalam penyampaian laporan dana kampanye.
"Kami menemukan pelanggaran calon 01 dalam melaporkan penerimaan sumbangan dana kampanye," kata kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Denny Indrayana, dalam rilisnya, Rabu, 12 Juni 2019.
1. Dalam laporan dana kampanye disebutkan bahwa sumbangan dari capres inkumben sebesar Rp 19,5 miliar. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara(LHKPN), kata Denny, harta kekayaan Jokowi berupa kas dan setara kas per 12 April 2019 sebesar Rp 6,1 miliar.
"Apakah dalam waktu 13 hari saja harta kekayaan Joko Widodo berupa kas dan setara kas bertambah Rp 13 miliar dan disumbangkan semua untuk kampanye?"katanya
Diketahui LHKPN Jokowi dilaporkan ke KPK pada Agustus 2018 dalam rangka pencalonan totalnya senilai Rp 50 miliar. Harta paling besar berbentuk properti dengan total nilai Rp 43 miliar Dan kasnya sebesar Rp 6 miliar.
2. Ada Tiga kelompok bernama Wanita Tangguh Pertiwi, Arisan Wanita Sari Jateng, dan Pengusaha Muda Semarang. Total sumbangan Rp 33,9 miliar. Namun kata Denny, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan identitas pimpinan kelompok tersebut sama.
Hasil temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut ada sumbangan dari dua kelompok bernama Golfer TRG dan Golfer TBIG. Golfer TRG menyumbang sebesar Rp 18,19 miliar, sedangkan Golfer TBIG menggelontorkan duit senilai Rp 19,72 miliar.
"Kedua kelompok ditengarai berasal dari bendahara paslon 01," kata Denny.
Sumbangan itu, menurut tim Prabowo, diduga untuk menampung tiga modus penyumbangan berikut:
- Mengakomodasi penyumbang yang tidak ingin diketahui identitasnya;
- Mengakomodasi penyumbang perseorangan yang melebihi batas dana kampanye Rp 25 miliar; dan
- Teknik pemecahan sumbangan dan penyamaran sumber asli dana kampanye diduga umum terjadi dalam Pemilu.
Tim Prabowo menilai temuan ini menegaskan adanya pelanggaran prinsip kejujuran dan keadilan dalam penyampaian laporan penerimaan sumbangan dana kampanye. Mereka juga menilai hal ini melanggar pasal 525 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Mereka meminta Mahkamah Konstitusi (MK) nantinya menggali lebih dalam persoalan dana kampanye ini demi mewujudkan keadilan substantif.
"Hal di atas juga menjelaskan ada isu moralitas yang seharusnya menjadi concern dalam penetapan calon presiden dan wakil presiden," kata Denny.