Jakarta, Harian Umum- Presiden ke-7 RI yang juga Capres nomor urut 01 di Pilpres 2019, Joko Widodo alias Jokowi, dituding telah memfitnah Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, dan menyebar hoaks.
Tudingan muncul karena saat kampanye di Karanganyar, Jawa Tengah, Minggu (3/2/2019). Dalam kutipan pidatonya, Jokowi menyinggung bahwa ada tim sukses yang menggunakan gaya propaganda Rusia dalam masa kampanye Pilpres 2019.
Jokowi menjelaskan teori propaganda Rusia dilakukan dengan menyebarkan kebohongan sebanyak-banyaknya, sehingga membuat masyarakat menjadi ragu.
Propaganda tersebut, kata Jokowi, yang akan memecah belah rakyat.
Namun hari ini, Senin (4/2/2019), Kedubes Rusia di Jakarta tudingan itu melalui akun Twitternya, @RusEmbJakarta.
"Istilah ini sama sekali tidak berdasarkan pada realitas," kata Kedubes Rusia.
Melalui perwakilannya di Jakarta tersebut, Kremlin menjelaskan bahwa istilah yang kini digunakan "oleh kekuatan-kekuatan politik tertentu di Indonesia" itu direkayasa oleh Amerika Serikat ketika pemilihan umum pada 2016.
Saat itu, AS menuding Rusia mengintervensi Pilpres di negaranya demi kemenangan Donald Trump.
"Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami," imbuh Kedubes Rusia.
Tudingan terhadap Rusia ini menjadi sorotan di AS, terutama setelah sejumlah badan intelijen mengungkap hasil penyelidikan mereka.
AS pun menggelar penyelidikan besar-besaran dan hingga kini sudah menetapkan sejumlah nama sebagai tersangka, namun Rusia terus membantah tudingan tersebut.
Tudingan kalau Jokowi memfitnah dan menyebarkan hoaks antara lain disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.
"Seorang capres yang kebetulan adalah presiden itu seharusnya berhati-hati menyebutkan nama negara tertentu, (karena) itu bisa menimbulkan gejolak hubungan diplomatik antara kita dengan Rusia atau negara manapun yang disebut. Tidak bisa sembarangan menyebut nama negara, kecuali dia betul mempunyai bukti yang sahih atau nyata,” katanya seperti dilansir Viva, Senin (4/2/2019).
Wakil Ketua DPR ini tegas mengatakan bahwa tudingan petahana tersebut merupakan fitnah, dan kubu Prabowo-Sandi bisa saja melaporkan Jokowi kepada pihak berwajib atas tuduhan penyebaran hoaks karena tim kampanye Prabowo-Sandi tak menggunakan konsultan asing atau metode ‘propaganda Rusia.’
Reaksi keras juga datang darj Wakil Sekretaris Jenderal (Waksekjen) Partai Demokrat, Andi Arief. Melalui akun Twitternya, Andi melihat tudingan petahana terhadap kubu Prabowo-Sandi itu sebagai sebuah bentuk kepanikan akibat elektabilitas yang terus merosot, meski hampir semua telah dimiliki dan petahana pun dapat melakukan apa saja.
“Oposisi diintimidasi, sebagian dipersekusi dan ditangkap, televisi dikuasai, sebagian media besar dikooptasi, aparat hukum berpolitik, lalu kenapa masih teriak propaganda Rusia?” katanya.
Sementara Kadiv Advokat dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Huataean, menilai kalau dengan adanya tudingan itu, Jokowi makin terlihat tidak bisa bisa mengontrol diri dan emosinya menjelang hari H pencoblosan pada 17 April 2019 mendatang.
"Saya pikir Jokowi asal bicara, menyampaikan sesuatu yang tidak berdasar fakta dan data, maka kali ini Jokowi sudah menebar hoax dan menfitnah," katanya seperti dilansir porosnews.com.
Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi ini menegaskan kalau pihaknya tidak pernah menggunakan konsultan asing, terutama dari Rusia.
"Ini tuduhan fitnah dari Jokowi kepada Prabowo-Sandi," tegasnya.
Prabowo sendiri, seperti disampaikan melalui video yang viral di media sosial, mengatakan bahwa pihaknya memang tidak menggunakan konsultan dari Rusia.
"Bahwa saya punya banyak teman dimana-mana, orang Jepang, orang Korea, orang Rusia, orang Jerman ... Saya kan 20 tahun bisnis di luar negeri, saya punya banyak kenalan, tapi nggak punya konsultan ... (karena) bayarnya mahal. Mereka (juga) nggak paham tentang politik Indonesia. Jadi, nggak ada itu," tegasnya. (rhm)