Jakarta, Harian Umum-Dunia ekonomi digital sering mengalami pasang surut yang berimbas pada kondisi finansial startup yang sulit untuk diprediksi. Terlebih dengan merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia telah memukul banyak aktivitas usaha dari berbagai skala, tidak terkecuali perusahaan rintisan (startup).
Praktisi hukum yang banyak bergelut di bidang perusahaan rintisan, Alvin Suryohadiprojo mengungkapkan bahwa para pengusaha startup harus melakukan penilaian mandiri sebelum menerapkan prinsip force majure dalam kontrak-kontrak bisnis mereka. Untuk memiliki argumen yang kuat, perusahaan harus bisa membuktikan bahwa benar terjadi suatu keadaan memaksa yang terjadi di luar kendali dan menghambat kegiatan normal bisnis mereka serta tidak ada itikad buruk yang mendasari.
"Perusahaan startup perlu menyiapkan argumen dan bukti dokumen yang kuat atas ketidakmampuannya dalam melangsungkan/melaksanakan berbagai kontrak bisnis yang mereka miliki ketika menghadapi sebuah kejadian memaksa, termasuk pandemi Covid-19," ujar Alvin, dalam keterangannya, Kamis (4/6).
Menurutnya, pelaku usaha yang masih dapat menjalankan aktivitas bisnis secara normal (Business as Usual) selama masa pandemi Covid-19, mungkin akan susah membangun argumen yang menyatakan bahwa terjadi suatu kejadian force majure. Untuk itu, pihaknya membagi beberapa tips bagi pengusaha startup dalam kaitan kontrak atau perjanjian bisnis.
"Lakukan penilaian apakah kegiatan usahanya terdampak oleh pandemi COVID-19. Apakah ada akibat kepada kewajiban yang dimilikinya berdasarkan suatu perjanjian dan apa saja konsekuensi akibat tidak terlaksananya kewajiban tersebut. Lihat apakah dalam perjanjian terdapat klausul force majure, peristiwa-peristiwa apa saja yang termasuk dalam klausul tersebut, dan cara untuk dapat menyampaikan bahwa dirinya terdampak suatu peristiwa force majure," katanya.
Walaupun terdampak dari pandemi COVID-19, lanjutnya, tetap laksanakan kewajiban sesuai ketentuan perjanjian semaksimal mungkin untuk menunjukkan itikad baik dan sebagai upaya tindakan mitigasi atas kerugian yang terjadi.
"Menyampaikan kondisinya kepada pihak lain yang melakukan transaksi (counterparty) atau meminta penetapan kepada pihak yang lebih berwenang (misalnya hakim) apabila pihak lain (counterparty) tersebut tidak menyetujui alasan mengenai penerapan klausul force majure. Di sisi lain, para pelaku usaha yang belum memasukkan aspek pandemi dalam klausul force majure di kontrak bisnisnya, dapat melakukan perubahan terhadap perjanjian," jelasnya.
Dia mengatakan, pelaku usaha, baik rintisan ataupun yang sudah berdiri sejak lama, dapat meminta pendampingan dari firma hukum eksternal untuk mendapatkan masukan ataupun pandangan legal yang lebih komprehensif demi mempertahankan keberlangsungan bisnisnya. (hnk)