Jakarta, Harian Umum- Ketua Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis), Sugiyanto, menyayangkan pernyataan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra yang juga Wagub DKI Jakarta, Sandiaga Uno, karena mendukung rencana KPU untuk tidak lagi mengizinkan eks narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (Caleg).
Pasalnya, pernyataan Sandi itu bisa menjadi blunder karena wakil ketua tim suksesnya di Pilkada DKI 2017 yang membuat dirinya dan Gubernur Anies Baswedan kini menjadi orang nomor 1 dan 2 di DKI, pernah tersandung kasus korupsi dan orang itu akan maju lagi di Pileg 2019 agar dapat kembali duduk sebagai anggota dan pimpinan di DPRD DKI.
"Sandi seharusnya tidak mengeluarkan penyataan begitu; mendukung KPU untuk melarang eks narapidana kasus korupsi menjadi caleg, karena itu bisa menjadi blunder," kata Sugiyanto kepada harianumum.com di Jakarta, Sabtu (26/5/2018).
Ia mengingatkan saat Pileg 2014 akan digelar, wacana untuk melarang eks narapidana kasus korupsi menjadi caleg, juga muncul, tapi kemudian tidak dilaksanakan karena terkait dengan HAM (hak asasi manusia), sehingga kala itu para eks narapidana kasus korupsi yang menjadi Caleg hanya diminta membuat surat pernyataan bahwa mereka takkan mengulangi perbuatannya.
Selain itu, dalam UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tak ada bab atau pasal yang melarang eks narapidana menjadi Caleg, dan hak seseorang untuk memilih dan dipilih saat Pemilu dilindungi oleh UUD 1945 karena ada pasal-pasal yang mengaturnya, yakni pasal 1 ayat (2), pasal 2 ayat (1), pasal 6A ayat (1), pasal 19 ayat ayat (1) dan Pasal 22C ayat (1) untuk hak memilih; dan pasal 27 ayat (1) dan (2), pasal 28, pasal 28D ayat (3), serta pasal 28E ayat (3) untuk dipilih.
"Nah, kalau sekarang wacana itu muncul lagi, bahkan dari KPU, bisa saja nasibnya akan sama seperti di 2014," katanya.
Sugiyanto percaya, penyataan Sandi telah membuat M Taufik, wakil ketua tim suksesnya itu, syok karena apa yang dikatakan Sandi dapat menjadi batu sandungan, bahkan dapat menjegalnya untuk maju lagi di Pileg 2019. Saat ini Taufik menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta periode 2014-2019 dan ketua DPD Gerindra DKI Jakarta.
"Pada prinsipnya, wacana KPU itu baik, tapi tidak diatur dalam UU Pemilu dan juga tidak sejalan dengan amanat konstitusi. Saya pribadi lebih memilih biarkan saja eks narapidana kasus korupsi menjadi caleg, tokh rakyat nanti yang akan menentukan apakah dia layak masuk Parlemen atau tidak. Kalau rakyat tidak suka, dia akan jadi caleg gagal," tegasnya.
Aktivis yang akrab disapa SGY itu menyarankan agar Sandi meminta maaf kepada Taufik dan menjelaskan apa alasannya mengeluarkan pernyataan seperti itu.
"Kalau tidak, bisa kualat lho dia," tegas SGY.
Sandiaga menyatakan dukungannya kepada KPU untuk melarang eks narapidana kasus korupsi menjadi caleg, saat dimintai tanggapannya oleh wartawan terkait wacana itu.
"Saya rasa sepakat," katanya di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).
Menurut dia, larangan itu bisa menjadi pembelajaran bagi generasi muda, sehingga korupsi bisa dicegah.
"Tentunya di literatur-literatur jelas ada sanksi yang sangat tegas bagi pelaku korupsi untuk tidak lagi bisa dicalonkan. Kami mendukung ini sebagai langkah tegas memastikan bahwa yang terpenting di generasi muda kita, kita harus bebas dari korupsi," katanya.
Sandiaga bahkan menyebut bahwa perang melawan korupsi menjadi harga mati. Bila aturan dari KPU disahkan, maka membuat proses Pemilu jadi lebih baik.
"Bagi kami ini adalah harga mati. Kalau negara ini mau bersih ke depan mau membangun lebih cepat untuk mewujudkan cita cita pendiri bangsa ini ya kita harus bebas korupsi," paparnya.
Taufik terjerat kasus korupsi pada 2003, saat menjabat sebagai ketua KPU DKI. Ia didakwa melakukan korupsi pada pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004 dengan kerugian negara sebesar Rp488 juta. Dia divonis 18 bulan penjara.
Taufik sendiri pernah mengatakan kalau dakwaan itu tak jelas.
"Saya dibilang korupsi Rp200 juta untuk pengadaan whiteboard yang panjangnya kurang 2 cm, buat dibagi-bagi ke TPS. Masalahnya, pas itu saya Ketua KPU-nya, saya yang tanda tangan, saya penanggungjawabnya, ya saya yang kena. Setahun saya mendekam (di penjara) oleh Kejati DKI, tahun 2005 keluar (dari penjara)," katanya.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, ia akan mengeluarkan peraturan yang melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg, karena banyaknya calon peserta Pilkada 2018 yang berstatus tersangka.
"Sebetulnya itu kan merespons apa yang berkembang saat pencalonan Pilkada. Setelah dicalonkan, setelah ditetapkan (sebagai caleg), beberapa kemudian ditetapkan sebagai tersangka karena kasus dugaan tindak pidana korupsi," katanya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada 2 April 2018 silam.
Ia pun mengakui kalau wacana ini diusulkan ke DPR sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya tindak korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah, karena KPU ngin agar calon yang akan maju baik di Pilkada maupun Pileg, tidak ada yang tersentuh kasus-kasus korupsi. (rhm)