Jakarta, Harian Umum- Ketua DPP Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) DKI Jakarta, Ical Syamsudin, mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar menindak MetroTV.
Pasalnya, stasiun televisi yang pernah dimiliki politisi Partai Nasdem Surya Paloh itu dinilai tidak fair dan tidak independen dalam menyajikan pemberitaan tentang hasil kajian Ombudsman Republik Indonesia (ORI) atas kebijakan Pemprov DKI yang saat ini dipimpin Gubernur Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno, dalam menutup Jalan Jatibaru Raya, Jakarta Pusat.
"MetroTV lagi-lagi membuat pemirsa geram karena media mainstream ini sepertinya hanya melihat kebijakan itu dari sisi yang buruk, sehingga cenderung tidak mencerdaskan," katanya kepada harianumum.com melalui siaran tertulis, Rabu (28/3/2018).
Aktivis ini menjelaskan, dalam tayanganya itu MetroTV mengupas soal hasil kajian ORI tersebut yang menyebutkan bahwa atas kebijakan menutup Jalan Jatibaru Raya, ORI menilai Pemprov DKI melakukan empat malaadministrasi, dan memberikan sejumlah rekomendasi untuk perbaikan.
Hasil kajian ORI itu direspon Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo dengan mengatakan bahwa jika Pemprov DKI tidak melaksanakan rekomendasi itu, maka Gubernur Anies Baswedan dapat dikenai sanksi sesuai PP No 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Ical menjelaskan, dalam memberitakan masalah ini, MetroTV sama sekali tidak secara berimbang mengupas mengapa Anies-Sandi memberlakukan kebijakan itu, karena yang dibahas melulu sisi negatif kebijakan itu yang dikolaborasikan dengan hasil kajian ORI yang menyatakan bahwa Anies-Sandi melakukan malaadministrasi, dan pantas diberikan sanksi sebagaimana statemen Tjahjo.
"Begitu semangat dan menggebu-gebunya MetroTV menyiarkan ancaman Mendagri itu yang menyatakan bahwa sesuai PP No 12, Anies harus dinonaktifkan. Bahkan dalam program Editorial Media Indonesia yang dibawakan Dewan Redaksi MetroTV Elman Saragih, televisi swasta itu menggunakan kalimat "Gubernur Ruwet" untuk Anies," sesalnya.
Ia menilai, dengan pola pemberitaan seperti itu, media partisan yang pada Pilpres 2014 mendukung pasangan Jokowi-JK dan pada Pilgub DKI Jakarta 2017 mendukung pasangan Ahok-Djarot itu, jelas sekali lebih didasari oleh rasa tidak suka kepada Anies-Sandi yang mengalahkan Ahok-Djarot di Pilgub DKI 2017.
"MetroTV rupanya sama seperti pendukung Ahok yang lain yang belum bisa move on atas kekalahan Ahok-Djarot dari Anies-Sandi di Pilgub DKI 2017, sehingga setiap kali memberitakan soal Anies-Sandi selalu yang ditonjolkan hanya keburukan-keburukan untuk memberi kesan Anies-Sandi tak bisa kerja dan tak layak memimpin Jakarta," imbuhnya.
Ical pun sepakat dengan pendapat Asyari Usman, wartawan senior yang pernah bekerja di BBC.
Asyari mengatakan, ada beberapa poin yang dapat disarikan dari tayangan MetroTV itu.
1. Bagi stasiun TV ini tidak ada satu pun yang bagus dari Anies-Sandi, karena bagi stasiun televisi ini hanya Ahok yang bisa menjadi gubernur DKI.
"MetroTV adalah stasiun TV yang paling berbahaya di Indonesia. Konten acaranya, disengaja atau tidak, kebanyakan bersifat menghasut dan memperkuat perpecahan bangsa," kata Ical mengutip kesimpulan Asyari.
2. Cara kerja ORI pantas dipertanyakan karena terasa sekali lembaga ini tidak netral.
"Kita mau bertanya, mengapa ORI tdak berperan ketika proyek reklamasi Teluk Jakarta sarat dengan masalah ekosistem dan dampak sosialnya? Kenapa ORI bersembunyi?" kritik Ical.
3. Mengapa ORI tidak mengeluarkan sikap atas pengaduan warga terkait dugaan penyalahgunaan Istana Negara untuk kepentingan pribadi Presiden Jokowi ketika dia membahas strategi pemenangan Pilpres 2019 bersama pimpinan Partai Solidaritas Indonesia (PSI)?
4. Apakah wajar Mendagri mengeluarkan ancaman untuk membebastugaskan Anies jika tidak mematuhi rekomendasi ORI atas penutupan Jalan Jatibaru Raya? Mengapa Mendagri tidak pernah mengancam Ahok ketika banyak melakukan kesalahan prosedur?
"Demi sehatnya dunia pers Indonesia, saya berharap KPI menindak MetroTV, dan semoga saja stasiun televisi itu menghentikan sikap partisannya dalam menyajikan pemberitaan tentang Anies-Sandi dan tentang berbagai isu politik, sosial dan bidang lainnya," tegas dia.
Ical mengingatkan, jika stasiun televisi yang konon kabarnya kini dimiliki Bos Lippo Group James Riyadi itu terus berperilaku seperti saat ini, maka itu berarti MetroTV memang sedang dengan sengaja ingin menjerumuskan masyarakat Indonesia ke jurang partisan dan potensi konflik.
"Saya rasa saat ini MetroTV merupakan stasiun televisi yang tak layak tonton," sungutnya.
Seperti diketahui, entah atas laporan siapa, ORI melakukan kajian atas kebijakan Anies-Sandi menutup Jalan Jatibaru Raya.
Hasilnya, ORI menilai Anies-Sandi telah melakukan empat tindakan malaadministrasi, yakni tidak kompeten, menyimpang secara prosedur, mengabaikan kewajiban hukum, dan melawan hukum.
ORI merekomendasikan agar Anies-Sandi mengevaluasi secara menyeluruh kebijakan itu dan menata ulang kawasan Tanah Abang sesuai peruntukannya agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal itu demi menghindari praktik malaadministrasi yang terjadi saat ini dengan membuat rancangan induk atau grand design kawasan dan rencana induk penataan PKL, menata dan memaksimalkan Pasar Blok G, dan mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru Raya Tanah Abang sesuai peruntukannya.
ORI juga merekomendasikan menetapkan masa transisi guna mengatasi malaadministrasi yang telah terjadi dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari dengan melibatkan partisipasi semua pemangku kepentingan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing.
Selain itu, Anies-Sandi juga harus memaksimalkan peran dan fungsi Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai tugas dan fungsi instansi terkait sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Sumarsono, kemudian juga Mendagri Tjahjo Kumolo, mengatakan, rekomendasi Ombudsman RI kepada pemerintah daerah harus dilaksanakan. Jika tidak, Anies Baswedan akan disebut telah melakukan pelanggaran administratif.
Sanksi administratif atas pelanggaran itu, kata mereka, tercantum dalam pasal 37 ayat (4) PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Ada beberapa sanksi yang bisa diberikan, yakni teguran tertulis, tidak diberi hak keuangan selama 3 bulan, tidak diberi hak keuangan selama 6 bulan, penundaan evaluasi raperda, pengambilalihan kewenangan perizinan, penundaan pemotongan Dana Alokasi Umum, disuruh mengikuti program pembinaan khusus, pendalaman bidang pemerintahan sanksi individual, sanksi pemberhentian sementara selama 3 bulan, dan pemberhentian tetap. (rhm)