Jakarta, Harian Umum - Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, jumlah penduduk miskin nasional turun menjadi 23,85 juta orang per Maret 2025 atau 8,47 persen dari total penduduk Indonesia.
Angka ini juga turun 0,2 juta orang dibandingkan September 2024.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menjelaskan, penurunan ini terutama dipicu oleh membaiknya kondisi sosial ekonomi di wilayah perdesaan.
“Fenomena ekonomi sosial yang mendukung kemiskinan nasional di pedesaan yang turun, yang pertama ada nilai tukar petani,” kata Ateng dalam paparannya di Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Angka ini jauh dibanding data jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia, karena lembaga internasional itu menyebut, jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak drastis menjadi 194,6 juta jiwa setelah lembaga tersebut memperbarui garis kemiskinan global dengan menggunakan standar Purchasing Power Parities (PPP) 2021.
Terkait hal ini, Ateng mengatakan bahwa perbedaan angka itu disebabkan Indonesia masih menggunakan PPP 2017 sebagai acuan dalam penghitungan kemiskinan nasional, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
"Kami menyesuaikan metodenya, PPP-nya kami masih tetap, karena ini terkait dengan RPJMN 2025–2029, agar berkesinambungan kita untuk mengevaluasinya,” katanya.
Ateng menjelaskan, baik BPS maupun Bank Dunia sebenarnya sama-sama menggunakan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) untuk menghitung angka kemiskinan. Namun, perbedaan muncul karena garis kemiskinan yang dijadikan acuan tidak sama.
BPS menggunakan PPP 2017 yang menetapkan garis kemiskinan ekstrem pada pengeluaran di bawah 2,15 dollar AS per kapita per hari, sementara Bank Dunia mengadopsi PPP 2021 yang menetapkan batas kemiskinan ekstrem sebesar 3 dollar AS per kapita per hari.
"Kalau Indonesia dan sebagian besar negara, kita melakukan penghitungan kemiskinan berdasarkan standar nasional. Nah, kalau World Bank itu melakukan penghitungan kemiskinannya, dia berdasarkan perbandingan global. Karena itu, dia mengambil apa yang dinamakan dengan PPP,” jelas Ateng.
Bank Dunia melakukan perubahan acuan dari PPP 2017 menjadi PPP 2021 sejak Juni 2025. Langkah ini diumumkan dalam dokumen berjudul June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP), yang mengacu pada data PPP 2021 yang dipublikasikan oleh International Comparison Program pada Mei 2024.
Dengan perubahan tersebut, tiga garis kemiskinan global mengalami penyesuaian. Perubahannya meliputi international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem, yang berubah dari 2,15 dollar AS menjadi 3 dollar AS per orang per hari, sedang untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income) berubah dari 3,65 dollar AS menjadi 4,20 dollar AS per orang per hari. (man)


