Jakarta, Harian Umum - Mantan anggota tim pencari fakta untuk kasus Munir, Tini Hadad, menyatakan kekecewaannya atas tindakan pemerintahan Joko Widodo yang tak kunjung menindaklanjuti temuan TPF. Menurut dia, hingga kini tak ada pertanda kasus Munir akan kembali dibuka.
"Kami, mantan anggota TPF, merasa pekerjaan kami menjadi sia-sia karena ini tidak dibuka," katanya di kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Rabu, 6 September 2017.
Padahal, menurut Tini, TPF kasus Munir telah mengumpulkan dan menyajikan data dengan serius. Ia memastikan dokumen fakta atas terbunuhnya kasus Munir telah dibuat secara hati-hati dengan sejumlah bukti yang kuat.
"Meskipun sejumlah lembaga negara menolak bekerja sama dengan tim untuk membeberkan fakta seputar peristiwa pembunuhan," ucapnya.
Tini pun mempertanyakan isu hilangnya dokumen TPF Munir yang sempat mengemuka. "Agak membingungkan jika Sesneg bilang itu hilang. Ini memperlihatkan manajemen pemerintah tidak benar juga," ujarnya. Padahal seharusnya temuan TPF itu aman dan bisa dibuka kepada publik.
Hal senada juga disampaikan Direktur Imparsial Al Araf berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo harus memiliki kemauan politik untuk menyelesaikan kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib.
Penuntasan kasus Munir, kata Al Araf, bukan semata-mata untuk memenuhi rasa keadilan keluarga korban, tetapi juga jaminan dari pemerintah bahwa peristiwa serupa tidak berulang.
"Presiden harus mengungkapkan kasus ini hingga tuntas karena kepentingan membuka kasus ini bukan hanya untuk keluarga Munir tapi untuk memastikan bahwa peristiwa semacam ini tidak akan terulang," ujar
"Bahaya sekali kalau dalam negara demokrasi ada pelaku pembunuhan yang kemudian bebas berkeliaran," kata dia.
Desakan untuk menuntaskan kasus Munir, lanjut Al Araf, seharusnya menjadi perhatian pemerintahan saat ini.
Pasalnya, memasuki tahun ketiga masa pemerintahan Presiden Jokowi, belum ada satu pun kasus pelanggaran HAM yang dituntaskan, sebagaimana janji politik Jokowi saat kampanye pemilu 2014 lalu.
"Presiden Joko Widodo harus memiliki kemauan politik untuk menyelesaikan kasus Munir karena sudah tiga tahun masa pemerintahannya sehingga sudah saatnya menjadi prioritas pemerintah," ucapnya.
Selain itu, menurut Al Araf, Presiden Jokowi memiliki kepentingan untuk menuntaskan kasus Munir sebagai jawaban atas tuduhan yang dialamatkan kepada Jokowi.
Kalangan masyarakat sipil pegiat HAM menilai, selama ini Presiden Jokowi dikelilingi oleh orang-orang yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM.
"Kalau hingga akhir tahun 2019 pemerintah Jokowi tidak menyelesaikan kasus ini maka benar adanya bahwa orang-orang di lingkaran Presiden Jokowi yang diduga kuat terlibat di kasus Munir," kata Al Araf.
"Oleh karenanya presiden harus menjawab bahwa dugaan Presiden dekat dengan pelaku, dengan cara menyelesaikan kasus Munir ini di tahun depan," tuturnya.
Sementara itu, mantan Ketua TPF untuk Kasus Munir, Marsudi Hanafi, mengatakan masih ada fakta yang perlu dibuka berkaitan dengan tewasnya Munir.
"Ini belum sepenuhnya tuntas dan masih ada yang tersembunyi," kata Marsudi. Menurut dia, perlu ada kemauan politik dari Presiden Joko Widodo untuk melanjutkan dan menuntaskan kasus ini.
Munir dibunuh dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam di atas pesawat Garuda Indonesia pada 7 September 2004.
Sejumlah nama, seperti pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus, dan mantan Presiden Direktur Garuda Indonesia, Indra Setiawan, telah dijerat atas keterlibatan dalam pembunuhan Munir.
Namun setelah 13 tahun berlalu, pemerintah belum bisa mengungkap siapa dalang pembunuhan Munir.