Jakarta, Harian Umum- Proses mutasi, rotasi, promosi dan demosi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta terlihat makin amburadul.
Setelah muncul dugaan intervensi dan politik uang dalam proses seleksi terbuka oleh Panitia Seleksi (Pansel), kali ini Badan Kepegawaian Daerah (BKD) secara mendadak menunda pelantikan ratusan pejabat eselon III dan IV yang semula diagendakan pada Senin (11/2/2019) ini di halaman Balaikota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Data yang diperoleh menyebutkan, BKD menyebarkan undangan kepada pejabat yang akan dilantik pada Jumat (8/2/2019), namun beberapa jam kemudian, namun masih pada hari yang sama, BKD mengeluarkan pemberitahuan bernomor 1873/-083 yang isinya menyebutkan bahwa pelantikan ditunda hingga waktu yang akan ditentukan kemudian.
Saat dihubungi, Kepala BKD DKI, Chaidir, belum dapat memberikan keterangan karena sedang rapat.
"Kirim WA saja, Pak," katanya.
Pengamat kebijakan publik Amir Hamzah mengatakan, dari informasi yang ia dapat, pelantikan itu ditunda karena ada masalah teknis.
"Selain itu, ada keresahan di kalangan ASN karena menilai proses mutasi, rotasi, promosi dan demosi yang dilakukan BKD dan Baperjab (Badan Pertimbangan Jabatan) untuk pejabat eselon III dan IV tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Pansel untuk pejabat eselon II, sehingga timbul keanehan dan cenderung tidak sesuai sistem merit," katanya kepada harianumum.com di gedung Dewan, Jakarta Pusat.
Ia mencontohkan salah satu keanehan dimaksud, yakni ada pejabat yang pada 2011-2014 menjabat sebagai camat, tapi diundang untuk dilantik sebagai lurah.
"Dalam undangan itu tidak dijelaskan mengapa pejabat tersebut mengalami demosi dari eselon III (camat) menjadi eselon IV (lurah). Padahal, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen ASN jelas mengatur bahwa jika seorang ASN mengalami pergeseran posisi atau jabatan, harus dijelaskan apa sebab dan alasannya," kata dia.
Hal lain yang juga membuat ASN resah adalah adanya indikasi pelanggaran pasal 34 PP Nomor 11 Tahun 2017 dalam proses mutasi, rotasi, promosi dan demosi yang saat ini tengah berjalan di Pemprov DKI. Sebab, pasal itu menetapkan bahwa CPNS yang baru dilantik menjadi PNS menjalani masa percobaan selama 1 tahun sebelum dapat diangkat untuk jabatan tertentu.
Namun yang terjadi, ada seorang ASN di Dinas Kesehatan yang baru dua bulan menjadi PNS, telah menjadi eselon IV di sebuah RSUD.
"Pola-pola seperti ini membuat ASN menjadi apatis dan apriori terhadap kinerja Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies Baswedan, karena pola ini sama dengan pola yang terjadi di era Gubernur Ahok yang membuat banyak pejabat berpengalaman dan kompeten masuk kotak, namun pejabat ABS (asal bapak senang) dan yang menjadi kroni Ahok dan orang-orang di sekitarnya (Ahoker) mendapat jabatan-jabatan strategis," tegas Amir.
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini mengingatkan Anies soal statemennya yang selalu diulang di berbagai kesempatan, terutama saat melantik pejabat, bahwa otoritas jangan ditukar dengan rupiah.
Statemen ini, kata dia, sangat pas jika ditekankan kepada BKD, Pansel, Baperjab dan Sekda sebagai ketua Pansel, agar keresahan yang dialami ASN saat ini dapat diredakan.
"Lagipula Anies juga harus ingat bahwa pasal 73 ayat (2) PP Nomor 11 Tahun 2017, menyatakan bahwa mutasi, rotasi, promosi dan demosi di lingkungan pemerintahan daerah dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK), atau dalam hal ini gubernur. Kalau proses itu berantakan dan pejabat yang dilantik pun tidak mampu memperlihatkan kinerja yang baik dan maksimal, maka Anies akan menjadi orang yang paling dipersalahkan karena dia yang bertanggung jawab atas proses ini," tegasnya. (rhm)