Jakarta, Harian Umum- Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan untuk tidak lagi menjadikan Sekda Saefullah sebagai ketua Panitia Seleksi (Pansel) Mutasi, Rotasi, Promosi dan Demosi Pejabat.
Pasalnya, pengangkatan Sekda untuk posisi itu terbukti telah berkali-kali menimbulkan masalah.
"Hasil Pansel yang dipimpin Sekda itu pernah digugat ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan terakhir, saat seleksi terbuka untuk mengisi 14 jabatan yang kosong, yang dilaksanakan pada Oktober-November 2018, terjadi lagi insiden karena seorang insinyur diloloskan menjadi satu dari tiga calon yang diusulkan ke Gubernur untuk diangkat menjadi kepala Dinas Kesehatan," katanya kepada harianumum.comdi Jakarta, Rabu (9/1/2018).
Ketua Budgeting Metropolitan Watch (BMW) itu menegaskan, ia tidak bermaksud su'udzon kepada Sekda, namun dari kejadian-kejadian itu, Gubernur sebaiknya memang tidak lagi menjadikan Sekda sebagai ketua Pansel, agar seleksi berjalan tanpa beban, lebih objektif dan bebas dari konflik kepentingan.
Lagipula sesuai aturan perundang-undangan, tugas Sekda antara lain memberikan rekomendasi kepada gubernur sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dalam hal pengangkatan maupun pemberhentian pejabat tinggi pratama.
"Jadi, kalau Sekda tetap menjadi ketua Pansel, maka dia menjadi pejabat yang memimpin seleksi, sekaligus Pejabat Wewenang yang memberikan rekomendasi kepada gubernur. Di sini lah konflik kepentingan itu bisa muncul, sehingga hasil seleksi bisa tidak maksimal dan bisa bermasalah," tegasnya.
Ketika ditanya, bukankan penunjukkan Sekda sebagai ketua Pansel diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara? Amir mengiyakan.
"Karena itu, Anies sebaiknya melakukan improvisasi, inovasi dan dinamisasi terhadap PP itu agar ketua Pansel bukan lagi Sekda. Caranya, kordinasi dan konsultasi dengan KASN agar dapat mengeluarkan Pergub yang dapat menjadi payung hukum untuk kebijakan tersebut," katanya.
Ketika ditanya apakah hal itu mungkin? Amir mengiyakan, karena katanya, Jakarta merupakan daerah khusus yang pengelolaannya diatur dengan aturan perundang-undangan yang khusus dan tersendiri, yakni UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemprov DKI Jakarta.
"Karena daerah khusus, dan juga karena Jakarta merupakan Ibukota negara, maka perlakuannya bisa saja dibedakan dari daerah-daerah lain yang non daerah khusus," tegasnya.
Amir memberi gambaran, jika Sekda tak lagi menjadi ketua Pansel, tugas itu dapat diserahkan kepada Asisten Pemerintahan, Asisten Pembangunan atau para pakar, sementara jabatan sektetaris Pansel dapat diserahkan kepada kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah).
Ia percaya, jika ketua Pansel bukan lagi Sekda, hasil seleksi jabatan akan dapat lebih baik.
Seperti diketahui, saat seleksi terbuka, Pansel menetapkan tiga nama untuk dipilih salah satunya oleh Gubernur Anies Baswedan, sebagai kepala Dinas Kesehatan. Ketiganya adalah Andono Warih, Ida Bagus Nyoman Banjar, dan Widyastuti. Namun keterpilihan ketiga pejabat ini membuat LSM-LSM di Ibukota geger karena Andono seorang insinyur, sementara pasal 19 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 971/MENKES/PER/XI/2009 menetapkan bahwa kepala Dinas Kesehatan arus berlatar belakang S2 bidang kesehatan masyarakat.
Tak pelak, Sekda sebagai ketua Pansel pun dicurigai telah menyalahgunakan wewenang, dan dilaporkan ke Mendagri Tjahjo Kumolo.
Di sisi lain, saat Anies mencopot dan memutasi sejumlah pejabat pada Juni-Juli 2018, dia dilaporkan ke KASN, karena dinilai telah melakukan mutasi yang tidak sesuai prosedur.
KASN lalu memberikan empat rekomendasi yang harus dipatuhi Anies. Salah satunya mengangkat kembali 8 dari 16 pejabat yang dicopot. Ketika Anies tidak mematuhi semua reomendasi itu, dia dilaporkan KASN ke Presiden Jokowi. (rhm)