Jakarta, Harian Umum - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memproses permintaan penggugat perkara 141/PUU-XXI/2023 tentang batas usia Capres-Cawapres agar hakim konstitusi yang juga ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman, tidak terlibat mengadili perkara.
"Kan sudah ada amar putusan MKMK seperti itu. Baik, nanti kami sampaikan juga ke hakim-hakim lain dalam Rapat Permusyawaratan Hakim," ujar ketua panel hakim pada perkara ini, Suhartoyo, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Rabu (8/11/2023).
Selain itu, pengacara pada gugatan ini, Viktor Santoso Tandiasa, menyinggung harapan mereka agar MK bisa memeriksa perkara ini secara cepat jika perbaikan permohonan diserahkan secara cepat pula.
Viktor mengatakan, tujuan pemeriksaan secara cepat itu adalah agar pemilihan umum (Pemilu) mendapatkan kembali legitimasinya.
Sebab, terdapat bakal calon wakil presiden (Cawapres) yang pencalonannya tidak bisa dilepaskan dari pelanggaran etik Anwar Usman yang dicopot Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Terhadap permintaan itu, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan agar penggugat menjalani proses secara normal.
"Artinya, kalau memang bisa lebih cepat mau diserahkan naskah perbaikannya ya silakan. Tapi kami tidak akan terdikte oleh itu," kata Suhartoyo.
Menurut dia, ada persoalan-persoalan kepaniteraan karena perkara yang lain saat ini sudah seperti ban berjalan.
"Tapi silakan saja dan apa yang Anda inginkan, supaya juga dipertimbangkan tentang percepatan itu, nanti akan kami sampaikan juga kepada hakim-hakim yang lain," imbuh dia.
Materi gugatan adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah secara kontroversial lewat Putusan MK 90/PUU-XXI /2023 yang bunyinya menjadi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah".
Gugatan ini dilayangkan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana (23), yang diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023. Brahma mempersoalkan, dalam penyusunan putusan itu, lima hakim konstitusi yang setuju mengubah syarat usia minimum Capres-Cawapres pun tak bulat pandangan. Dari lima hakim konstitusi itu, hanya tiga hakim (Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah) yang sepakat bahwa anggota legislatif atau kepala daerah tingkat apa pun, termasuk gubernur, berhak maju sebagai Capres-Cawapres.
Namun, dua hakim konstitusi lainnya (Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh) sepakat hanya kepala daerah setingkat gubernur yang berhak maju sebagai Capres-Cawapres.
Menurutnya, ini dapat menimbulkan persoalan ketidakpastian hukum karena adanya perbedaan pemaknaan. Sebab, jika dibaca secara utuh, maka hanya jabatan gubernur lah yang bulat disepakati lima hakim tersebut untuk bisa maju sebagai Capres-Cawapres.
Yang setuju pada tingkat di bawah gubernur hanya tiga hakim konstitusi, sementara yang setuju pada tingkat gubernur lima hakim konstitusi," kata Brahma.
Ia menegaskan, frasa baru pada Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu seharusnya inkonstitusional karena hanya berdasarkan tiga suara hakim dari lima suara hakim yang dibutuhkan.
Dalam petitumnya, Brahma meminta bahwa hanya gubernur/kepala daerah tingkat provinsi yang bisa menjadi Capres-Cawapres walau belum berusia 40 tahun. (sumber: kompas.com)