Jakarta, Harian Umum - Makin banyak fakta terungkap dalam sidang lanjutan kasus korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Kominfo pada tahun 2020-2022 yang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Selasa (25/7/2023).
Salah satu saksi yanh dihadirkan, yaitu Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul BAKTI Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza, mengaku menerima uang Rp300 juta dan sejumlah barang mewah dari perusahaan konsorsium penyedia jasa pekerjaan pembangunan menara BTS 4G.
Barang-barang mewah dimaksud seperti tas merek Louis Vuitton dan ikat pinggang merek Hermes.
Hal itu diungkap Mirza saat menjadi saksi untuk terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, mantan Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dan mantan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia, Yohan Suryanto.
"Dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Saudara, Saudara menjelaskan pernah menerima sejumlah uang. Apakah benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kepada Mirza.
Saksi itu membenarkan.
"Darimana?" kejar JPU.
"Yang menyerahkan saudara Windi Purnama (Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang juga menjadi tersangka kasus BTS 4G)," jawab Mirza.
"Berapa jumlahnya?" kejar JPU lagi.
"300 (juta)," jawab Mirza.
Namun ketika majelis hakim mempertanyakan siapa yang memerintahkan dirinya untuk menerima uang itu? Mirza mengaku tak pernah meminta uang itu.
Meski demikian, saat ditanya lagi oleh JPU, Mirza mengakui kalau selain menerima Rp300 juta, dia juga menerima tas merek Louis Vuitton dan dua ikat pinggang merek Hermes dari perwakilan PT ZTE Indonesia dan PT Huawei Tech Investment.
Tak hanya itu, Mirza juga menerima iPhone dari PT ZTE Indonesia dan PT Huawei Tech Investment, serta sepatu dari PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS).
"Semua dari konsorsium-konsorsium itu ya?" tanya jaksa.
"Iya," ungkap Mirza.
Ketua majelis hakim Fahzal Hendri lantas menyoroti sejumlah penerimaan tersebut. Fahzal menyayangkan Mirza memanfaatkan pengetahuannya untuk melakukan sesuatu yang salah.
"Kalau gitu berarti ini ada masalah di sini, Pak, pasti suatu saat akan meledak ini masalah. Kenapa Saudara terima juga yang Rp300 juta itu? kenapa diterima itu tas Hermes, sepatu, karena dari awal memang saudara tidak konsisten juga, sesuai dengan ilmunya sarankan, sudah disarankan tidak diterima ya sudah 'saya enggak ikut-ikut ini', ternyata saudara lakukan bahkan menerima juga pemberian," kata Fahzal.
"Siap, Yang Mulia," jawab Mirza.
"Ya sudah tidak apa-apa, risiko saudara ya, tapi yang jelas ilmunya, pengetahuan saudara tidak saudara terapkan dengan baik," tegas Fahzal.
Kasus ini menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp8 triliun berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Johnny disebut menerima Rp17 miliar; Anang disebut menerima Rp5 miliar; Yohan menerima Rp453.608.400; Irwan menerima Rp119 miliar; Windi menerima Rp500 juta; Yusrizki menerima Rp50 miliar dan US$2,5 juta.
Para terdakwa juga diduga memperkaya sejumlah korporasi. Yakni Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 sebesar Rp2.940.870.824.490 (Rp2,9 triliun).
Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk paket 3 sebesar Rp1.584.914.620.955 (Rp1,5 triliun) dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan 5 sebesar Rp3.504.518.715.600 (Rp3,5 triliun).
Selain ketiga terdakwa disebut di atas, ada sejumlah nama lain yang turut diproses hukum, yakni Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak; Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan; Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera Windi Purnama; Account Director PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.
Para terdakwa ini disidang terpisah/split. (man)