Jakarta, Harian Umum- Wakil Kepala Dinas Perhubungan (Wakadishub) DKI Jakarta, Sigit Wijatmiko, mengatakan saat ini pihaknya sedang mengevaluasi manajemen Unit Pengelola (UP) Perparkiran.
Evaluasi dilakukan terkait adanya pemotongan remunerasi secara ilegal oleh Kepala UP Perparkiran Tiodor Sianturi, dan sejumlah permasalahan lain yang membuat pengelolaan UP Perparkiran terkesan tidak profesional.
"Sedang dievaluasi seluruh management UP Perparkiran, dan kami akan koordinasi dengan KPK (Komite Pencegahan Korupsi) DKI," katanya kepada harianumum.com melalui pesan WhatsApp, Senin (20/8/2018).
Ia mengaku, pimpinan Dishub sangat terbuka terhadap siapapun, baik masyarakat apalagi pegawai di lingkungan Dishub, dan berbagai kesempatan diberikan sebagai akses berkomunikasi, baik via apel, pertemuan, rapat berkala, nomor HP dan medsos yang bisa diakses
"Terhadap setiap laporan atau masalah, selalu ditindak lanjuti sesuai ketentuan," imbuhnya.
Namun ia mengaku secara pribadi dirinya belum pernah menerima laporan terkait permasalahan di UP Perparkiran.
"Jika ada penyimpangan/pelanggaran akan ditindak lanjuti sesuai ketentuan," tegasnya.
Ketika ditanya rekomendasi apa yang akan dikeluarkan setelah evaluasi selesai, Sigit mengatakan bahwa rekomendasi itu akan sesuai dengan concern Dishub untuk meningkatkan kinerja UP Perparkiran dan profesionalitas UP Perparkiran Dishub.
"Jika ada yang belum disiplin, kami disiplinkan. Hasil evaluasi segera diinfokan," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pegawai UP Perparkiran memgeluh karena gara-gara ada temuan BPK atas audit laporan keuangan UP Perparkiran tahun anggaran 2016 sebesar Rp172 juta, uang remunerasi 278 pegawai dipotong Rp2 juta hingga Rp6 juta/orang pada 15 Oktober - 15 Desember 2017 atau total Rp1,6 miliar.
Pada Juli 2018, uang remunerasi itu dipotong lagi gara-gara pemasukan pada Juni 2018 anjlok. Padahal, jelas pegawai, Juni 2018 merupakan momen puasa dan libur panjang lebaran, sehingga wajar jika pemasukan anjlok.
Pemotongan remunerasi ini dipastikan ilegal karena tidak diatur dalam SK Gubernur Nomor 916 Tahun 2013 yang menetapkan UP Perparkiran sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dan juga tidak diatur dalam SK Gubernur Nomor 531 Tahun 1979 tentang Pertanggungjawaban kepada Gubernur dan Sekretaris Daerah yang menjadi acuan sistem kerja UP Perparkiran.
Sebaliknya, SK Gubernur Nomor 916 justru mengatur bahwa pegawai UP non PNS setiap bulan tidak hanya menerima gaji, tapi juga remunerasi.
Tak berhenti sampai di situ, pegawai juga melaporkan kalau hingga kini uang THR para juru parkir (jukir) ada yang belum dibayarkan.
"Jumlahnya 10% dari total jumlah jukir yang mencapai 2.600 orang. Padahal uang THR itu hanya Rp500.000/orang," ujar Ragil, salah seorang pegawai tetap non PNS UP Perparkiran.
Ia mengakui, pembayaran THR ini setiap tahun memang bermasalah, karena selain selalu telat dibayarkan, ada juga Jukir yang THR-nya tidak dibayarkan.
"Karena itu kita minta Gubernur mencopot kepala UP Perparkiran," tegas Ragil.
Atas semua permasalahan ini, juga permasalahan lain seperti dugaan korupsi pada pembelian 201 unit Terminal Parkir Elektronik (TPE) sebesar Rp25 miliar, pegawai melaporkan Kepala UP Perparkiran kepada KPK DKI, namun dengan dalih kasus ini bukan kompetensinya, KPK DKI melimpahkannya ke TGUPP.
Sayang, cara TGUPP menangani kasus ini juga kurang jelas, karena meski anggota TGUPP Izzul Waro menyatakan bahwa TGUPP akan menerbitkan rekomendasi untuk Gubernur, namun saat dikonfirmasi ulang beberapa hari kemudian, Izzul meminta harianumum.com meminta keterangan dari Jubir TGUPP Firman Yusak.
Pada 14 Agustus 2018, pegawai melapor ke Gubernur Anies Baswedan di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. (rhm)