Jakarta, Harian Umum- Apa yang Anda harapkan ketika berencana menonton film '212 The Power of Love?' Sebuah suguhan sinema dengan jalinan cerita yang ngejelimet karena mengolaborasikan sebuah kasus tindak pidana penistaan agama dengan Aksi Bela Islam (ABI) yang fenomenal, yang digelar GNPF-MUI pada 2 Desember 2016?
Lupakan itu, karena film yang diproduksi Warna Pictures ini lebih memilih untuk hadir sebagai media edukasi bahwa Islam adalah agama yang toleran, agama yang damai dan merupakan agama rahmatan lil`alamin. Bukan agama teroris yang senang membuat kekacauan dimana-mana, serta memecah belah anak bangsa di Republik Indonesia ini.
Dari titik inilah plot film yang dibintangi Fauzi Baadila, Humaidi Abas, Adhin Abdul Hakim, Hamas Syahid, dan Meyda Sefira yang akan mulai tayang di bioskop-bioskop Indonesia pada Rabu (9/5/2018) besok, bergulir.
Layar dibuka dengan tayangan berita di televisi tentang kasus penistaan agama yang dilakukan seorang pejabat di DKI yang tidak disebutkan namanya, namun sejarah modern Indonesia mencatat, pejabat itu adalah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Presenter tayangan itu menyebut, setelah ABI pada 4 November 2016, GNPF-MUI berencana menggelar ABI jilid II pada 2 Desember 2016 untuk mendesak kepolisian agar si penista agama segera diproses secara hukum.
Rahmat (Fauzi Baadilah), anak seorang kyai di Ciamis, Jawa Barat, dan berprofesi sebagai jurnalis, menyikapi aksi ini dengan sinis, karena jurnalis jebolan Harvard dan punya masa kecil yang gelap ini memang memiliki pandangan yang miring tentang agamanya sendiri; Islam. Bahkan laporannya tentang rencana Aksi 212 membuat Pemred majalah Republik tempat dimana dia bekerja, juga rekan sekerjanya, marah besar.
Penonton kemudian dibawa ke nuansa drama yang membongkar penyebab Rahmat bertabiat begitu; yakni kesalahpahaman antara Rahmat dengan ayahnya, Kyai Zaenal, yang membuat Rahmat bahkan tak pernah pulang selama bertahun-tahun, dan mengganggap ayahnya seperti musuh.
Di masa kecilnya, Rahmat pernah membakar masjid dan menyalakan petasan di tempat ibadah itu, sehingga banyak jatuh korban. Ia juga sempat mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan, sehingga kedua adiknya tewas.
Oleh ayahnya, Rahmat dimasukkan ke pesantren yang isinya semua anak bandel yang sedang dididik untuk menjadi baik. Rahmat tidak terima karena pesantren itu baginya tak ubahnya bagai penjara, dan ia sakit hati karena sang ayah yang sangat marah, tak pernah menjenguknya di sana.
Rahmat pulang ketika mendapat kabar kalau ibunya meninggal, dan harus menghadapi suasana yang kaku karena hubungan buruk dengan ayahnya, membuat keduanya enggan bertutur sapa. Rahmat bahkan berniat segera kembali ke Jakarta untuk menyudahi situasi tak enak ini.
Niat Rahmat berubah ketika tahu ayahnya akan ikut jalan kaki ke Monas untuk mengikuti Aksi 212. Ia yakin, aksi ini akan kacau karena Islam, menurutnya, adalah agama radikal dan intoleran, sehingga ia yakin aksi itu akan kacau, bahkan rusuh melebihi parahnya kerusuhan pada Mei 1998. Ia mencoba menggagalkan niat ayahnya mengikuti aksi itu, dan bahkan sempat menghembuskan isu kalau aksi itu ditunggangi kepentingan politik tertentu.
Film besutan Sutradara Jastis Arimba ini, Selasa (8/5/2018) di-gala premier-kan di Bioskop Epicentrum XXI Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, dengan mengundang para petinggi Partai Gerindra seperti Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, Ketua DPD Partai Gerindra DKI yang juga Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik, dan anggota DPRD DKI dari Fraksi Gerindra Syarif.
Prabowo memuji film ini.
"Filmnya bagus karena mengedukasi masyarakat bahwa Islam adalah agama yang damai, agama yang toleran, agama rahmatan lil'alamin, dan bukan agama yang radikal. Kisahnya juga mengharukan," kata mantan Danjen Kopassus itu setelah menyaksikan gala premier '212 The Power of Love'.
Prabowo menyebut, ia memberi nilai 9,99 untuk film ini dan akan meminta seluruh kadernya untuk nonton bareng (nobar) film ini. (rhm)