Jakarta, Harian Umum- Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, meminta semua pihak agar tidak membesar-besar isu tentang Ormas yang meminta tunjangan hari raya (THR) kepada pengusaha.
Pasalnya, selain isu ini bukan hal baru, pengusaha yang dimintai THR biasanya merupakan pengusaha yang memiliki kedekatan tertentu dengan Ormas tersebut.
"Sepanjang yang saya tahu, Ormas biasanya mau mengajukan proposal permintaan THR karena misalnya, selama ini Ormas itu yang mengamankan perusahaan si pengusaha dan lingkungannya, atau jasanya sering dipakai. Maka saat menjelang lebaran, wajar dong kalau Ormas itu meminta perhatian lebih," katanya kepada harianumum.com di Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Selain hal tersebut, lanjut aktivis yang akrab disapa SGY ini, permintaan THR tersebut dapat dilihat dari sisi yang lain, yakni sisi positif dalam konteks ibadah.
Dengan mengajukan permintaan THR, tegas dia, secara tidak langsung Ormas itu sebenarnya tengah mendorong si pengusaha agar beramal lebih banyak di bulan Ramadhan, sehingga mudah-mudahan rejekinya semakin melimpah, semakin berkah dan hidupnya juga semakin bahagia.
"Tapi memang, kalau permintaan itu disertai paksaan dan ancaman, itu yang jadi masalah. Tapi kalau permintaan pun diajukan melalui proposal, pengusaha kan bebas-bebas saja menyikapi. Mau ditolak, monggo, mau dikabulkan, silakan. Jadi nggak perlu dibesar-besarkan seolah jadi korban pemerasan," katanya.
SGY juga mengingatkan kalau apa yang dilakukan Ormas tersebut tak ada bedanya dengan yang dilakukan Pemprov DKI setiap tahun, saat Ramadhan, karena tahun ini pun Pemprov DKI menerbitkan Seruan Gubernur Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penunaian Zakat, Infaq, Shadaqah dan Amal Sosial Para Pengusaha (Perorangan dan Perusahaan) dan Masyarakat Umum.
"Dalam seruan itu Gubernur mengimbau pengusaha dan masyarakat agar menyalurkan zakat, infaq, shadaqah dan amal sosialnya melalui Bazis DKI, dan pelaksana seruan itu adalah para ketua RT dan RW," jelasnya.
SGY menilai, meski konteks isi seruan Gubernur adalah masalah zakat, infaq, shadaqah dan amal sosial, sementara Ormas adalah THR, tapi cara untuk mendapatkannya adalah sama, dengan "meminta".
"Jadi, sekali lagi, kalau tak ada pemaksaan dan ancaman, mengapa proposal yang diajukan Ormas dipersoalkan?" tegasnya.
Untuk mengatasi polemik seperti ini terulang di masa depan, SGY menyarankan Pemprov DKI membentuk sebuah wadah yang tiap menjelang lebaran memberikan THR bagi yang membutuhkan.
"Wadah itu bisa dinamai crisis centre kek, apa kek, terserah. Namun setelah wadah ini terbentuk, pastikan tak ada lagi Ormas yang meminta THR kepada pengusaha. Kalau ada yang melanggar, tindak tegas. Bubarkan Ormasnya," pungkasnya.
Untuk diketahui, di media sosial sempat viral sebuah proposal pengajuan permintaan THR oleh Keluarga Besar Forum Betawi Rempug FBR G.021 Kelapa Gading, Jakarta Utara, kepada pengusaha.
Proposal ini sempat dikeluhkan, sehingga Gubernur Anies Rasyid Baswedan menyarakan pengusaha agar melapor ke polisi jika permintaan itu disertai paksaan.
"Yang penting tidak boleh ada pemaksaan. Kalau merasa dipaksa, laporkan saja," kata Anies di SMK 1 Jakarta, Senin (28/5/2018).
Anies juga mengimbau pengusaha agar tak perlu takut melapor ke polisi apabila ada ormas meminta THR dengan memaksa. Namun, bila tidak ada pemaksaan atau pelanggaran hukum, maka tak ada yang salah.
"Kalau ada yang merasa itu melanggar hukum ya laporkan. Kalau tidak melanggar hukum, ya apa yang salah. Kalau melanggar hukum laporkan," kata Anies. (man)





