Jakarta, Harian Umum- Kebijakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin akan menstandarisasi mubaligh, dan kebijakan ini akan dilegalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), ditentang keras banyak kalangan. Salah satunya Ustadz Daka Juho Simanjuntak.
"Dicabut sajalah kebijakan itu. karena hanya menimbulkan kegaduhan baru dan bisa menempatkan umat pada posisi berhadap-hadapan," katanya dalam dialog di TVOne, Rabu (23/5/2018).
Dia mengingatkan bahwa di luar daftar 200 mubaligh yang dirilis Kementerian Agama (Kemenag) sebagai rekomensasi kepada umat, masih banyak mubaligh yang jauh lebih baik untuk direkomendasikan. Contohnya Ustad Abdul Somad.
"Saya justru khawatir dengan adanya standarisasi, Ormas bisa membubarkan pengajian, karena setiap kali ada pengajian, si mubaligh akan ditanya mana legitimasimu? Mana standarisasimu?" katanya.
Ustad muda ini menyarankan agar Menag dan MUI membiarkan saja pemilihan mubaligh oleh masyarakat untuk mengisi pengajiannya, seperti yang terjadi selama ini.
"Biarkan masyarakat yang memilih; "Aku mau panggil dia, aku panggil dia". Tak perlu diatur-atur, apalagi distandarisasi seperti ini," ujarnya.
Ia bahkan khawatir jika standarisasi tetap diberlakukan, mubaligh akan terkotak-kotak karena bisa saja Kementerian A merilis daftar nama mubaligh yang bisa berceramah di tempatnya, sementara Kementerian B pun begitu.
Akibatnya, akan terjadi dimana seorang mubaligh mengatakan kepada mubaligh lain bahwa kamu bisanya ceramah di Kementerian A, saya di B.
Hal lain yang juga diminta Ustad Daka untuk dipertimbangkan Kemenag dan MUI adalah ukuran standar pendidikan yang ditetapkan, yakni harus lulusan S1 dan S2.
"Saat ini banyak ustad dan ulama yang memiliki jutaan jamaah, dan mereka bukan lulusan perguruan tinggi. Tapi selama ini tak ada masalah," katanya.
Ia mempertanyakan mengapa hanya mubaligh yang distandarisasi, sementara di Indonesia, penceramah bukan hanya dari kalangan umat Islam, tapi juga agama lain.
"Mereka juga harus distandarisasi, dilegitimasi," katanya.
Namun MUI melalui ketua Komisi Dakhwah-nya, Cholil Nafis, kukuh pada kebijakan yang telah digariskan organisasinya.
Menurut dia, selama ini banyak mubaligh yang seringlali menjawab pertanyaan jamaahnya dengan sekenanya saja, karena tak menguasai apa yang ditanyakan jamaah itu.
Meski demikian ia berjanji bahwa jumlah mubaligh yang akan distandarisasi akan ditambah hingga menjadi lebih dari 200.
Seperti diketahui, belakangan ini sering terjadi pembubaran pengajian oleh GP Ansor, organisasi sayap PBNU. Pengajian yang dibubarkan di antaranya yang menghadirkan Ustad Felix Siauw. (rhm)






