Jakarta, Harian Umum - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan menilai, tindakan Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendagri) pada tahun 2015-2016 cenderung keliru.
Pasalnya, penetapan status tersangka itu dinilai memiliki dasar yang tidak kuat.
"Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus impor gula tahun 2015, pada 29/10/2024. Penetapan tersangka ini terkesan dipaksakan. Tuduhannya sangat lemah, cenderung keliru," kata Anthony melalui siaran tertulis, Jumat (1/11/2024).
Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka karena dinilai telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Menteri Perdagangan pada tahun 2015, dengan memberi izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton, dan izin itu diberikan tanpa koordinasi dengan kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Perindustrian.
Selain itu, Kejagung juga beralasan bahwa Tom ditetapkan sebagai tersangka karena ketika izin impor diberikan, Indonesia sedang surplus gula berdasarkan hasil kesimpulan rapat koordinasi antar kementerian pada 15 Mei 2015, sebelum Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan.
"Berdasarkan alasan tersebut, Kejagung menuduh Tom Lembong melanggar peraturan tentang Ketentuan Impor Gula tahun 2004. Artinya, dasar hukum yang digunakan Kejagung untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka impor gula adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/MPP/kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula," kata Anthony.
Menurut dia, karena didasarkan pada peraturan ketentuan impor gula tahun 2004, maka tuduhan Kejagung kepada Tom Lembong terindikasi kuat tidak mempunyai dasar hukum yang valid, bahkan sangat keliru.
Anthony memberi alasan sebagai berikut:
1. Menurut peraturan ketentuan impor gula tahun 2004, pemberian izin impor gula kristal mentah tidak perlu ada koordinasi atau rekomendasi dari kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Perindustrian. Sangat masuk akal.
Sebab, Kementerian Perdagangan ketika itu, tahun 2004, berada di bawah satu atap dengan Kementerian Perindustrian dengan nomenklatur Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Oleh karena itu, tidak ada aturan rapat koordinasi atau rekomendasi untuk pemberian izin impor gula kristal mentah atau gula kristal rafinasi.
"Dengan kata lain, berdasarkan peraturan Ketentuan Impor Gula tahun 2004, Tom Lembong tidak melanggar peraturan," tegas Anthony.
2. Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan mencabut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/MPP/kep/9/2004, dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Perdagangan No 117/M-DAG/PER/12/2015, ditandatangani oleh Tom Lembong pada 23 Desember 2015, dan mulai berlaku 1 Januari 2016.
Di dalam peraturan ini, Tom Lembong berinisiatif memasukkan kewajiban rekomendasi impor dari kementerian terkait: Kementerian Perindustrian.
Pasal 6 ayat (1) Permendag No 117 tersebut berbunyi: Untuk mendapatkan persetujuan impor sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
a. API-P
b. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, ….
Perubahan peraturan ketentuan impor gula ini, menurut Anthony, menunjukkan fakta bahwa izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton untuk tahun 2015 pasti menggunakan dasar hukum peraturan lama, tahun 2004, yaitu Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527/MPP/kep/9/2004.
Peraturan tahun 2004 ini mengatur, impor gula kristal mentah dan gula kristal rafinasi hanya boleh dilakukan oleh perusahaan produsen gula yang mempunyai izin Importir Produsen Gula (IP Gula). Perusahaan produsen gula tersebut bisa perusahaan swasta atau BUMN.
"Agar lebih jelas dan transparan, mari kita bahas lebih detil peraturan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 527 Tahun 2004 tersebut," ajak Anthony.
Ia membeberkan, Pasal 2 ayat (2) peraturan tahun 2004 tersebut berbunyi: “Gula Kristal Mentah/Gula Kasar (Raw Sugar) dan Gula Rafinasi (Refined Sugar) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuaan sebagai Importir Produsen Gula, selanjutnya disebut IP Gula.”
Kalau sudah mempunyai IP Gula, maka perusahaan secara otomatis boleh melakukan impor gula kristal mentah atau gula kristal rafinasi, tanpa harus minta persetujuan impor dari menteri.
Perusahaan produsen gula yang mempunyai IP Gula hanya wajib menyampaikan realisasi impor gula (kristal mentah, kristal rafinasi) setiap bulan, paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya dari setiap bulan pelaksanaan impor, seperti diatur di Pasal 6.
Pasal 7 mengatur ketentuan impor untuk gula kristal putih. Pasal 7 ayat (6) menyatakan jumlah impor gula kristal putih ditentukan berdasarkan hasil rapat koordinasi antar instansi/lembaga dan asosiasi terkait, setelah mempertimbangkan hal-hal sebagaimana dimuat dalam ayat (4) dan ayat (5).
Sedangkan Pasal 12 ayat (1) mewajibkan setiap impor gula kristal putih harus mendapat persetujuan impor terlebih dahulu dari Direktur Jenderal.
Artinya, berdasarkan peraturan Ketentuan Impor Gula Tahun 2004, rapat koordinasi dan persetujuan impor hanya berlaku untuk impor gula kristal putih.
"Oleh karena itu, berdasarkan peraturan tahun 2004 ini, Tom Lembong tidak bersalah dalam pemberian impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton pada 2015," tegas Anthony.
Terakhir, Anthony mengulas soal pemberian izin impor tahun 2016 dengan menggunakan dasar hukum Peraturan Menteri Perdagangan No 117/M-DAG/PER/12/2015. Dalam hal ini, pemberian izin impor harus ada rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
"Untuk pemberian izin impor gula tahun 2016, dengan dasar hukum Peraturan tahun 2015 tersebut, nampaknya Kejagung tidak melihat atau menemukan ada pelanggaran hukum. Karena faktanya Tom Lembong hanya dituduh melanggar peraturan pemberian izin impor tahun 2015," kata Anthony.
Hal ini, lanjut dia, mencerminkan kalau Tom Lembong tidak menyalahgunakan kewenangannya, taat peraturan, dan memenuhi semua persyaratan pemberian izin impor untuk tahun 2016, antara lain harus ada rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian, sesuai paraturan yang ditandatanganinya sendiri.
"Berdasarkan uraian ini, terlihat jelas Tom Lembong tidak bersalah, tidak melanggar aturan manapun terkait pemberian izin impor gula kristal mentah tahun 2015,' tegas Anthony.
Untuk itu, ekonom dan.pengamat politik ini meminta Kejagung untuk mengevaluasi kembali semua tuduhan kepada Tom Lembong yang diduga keras bermotif politik, bukan untuk menegakkan keadilan.
"Negara akan hancur apabila hukum digunakan sebagai alat kekuasaan, untuk membungkam lawan politik, membungkam demokrasi. Semoga Kejagung dapat menjadi pintu gerbang keadilan bagi semua rakyat Indonesia," pungkasnya. (rhm)