Jakarta, Harian Umum - PT Rimba Lazuardi, perusahaan pemilik konsesi kayu dan mengoperasikan lahan kehutanan yang berbasis di Pekanbaru, Riau, Selasa (5/12/2017), diadukan ke Komisi II DPR RI.
"Perusahaan ini menyerobot tanah ulayat milik Suku Melayu Domo di Kecamatan Pucuk Rantau, Kabupaten Kuansing, Riau, seluas 5.000 hektare," jelas Nofriadi Chandra Andesip, kuasa hukum Suku Melayu Domo, kepada harianumum.com seusai mengadu ke DPR.
Ia menjelaskan, penyerobotan berlangsung sejak 1997 dan tanah yang diserobot itu kini telah menjadi perkebunan pohon akasia.
"Selama ini Warga Suku Melayu Domo terus berjuang untuk merebut kembali tanah ulayat mereka, namun masih belum berhasil karena ini memang perusahaan besar dan dasar penyerobotan itu adalah karena PT Rimba Lazuardi mengantongi izin pengelolaan hutan dari Kementerian Kehutanan," imbuhnya.
Diakui, meski telah berjuang selama 20 tahun, warga Suku Melayu Domo masih mencoba menyelesaikan masalah ini melalui jalur-jalur mediasi, belum memasuki jalur hukum, karena suku itu ingin menyelesaikan masalah ini secara damai dan dengan baik-baik.
Selama ini, lanjut advokat muda dari Khairi & Partners tersebut, Suku Melayu Domo telah mencoba meminta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak terkait, baik di Kabupaten Kuansing maupun di Provinsi Riau, namun tak berhasil karena pejabat-pejabat terkait di sana, termasuk para wakil rakyat yang duduk di DPRD, seolah tak berdaya, bahkan terkesan tutup mata, karena izin yang dipegang PT Rimba Lazuardi berasal dari pemerintah pusat cq Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
"Tadi tanggapan Komisi II atas audiensi kami, positif. Wakil Ketua Komisi II yang menerima kami, Bapak Lukman Edy, berkomitmen untuk mengakomodir aduan kami karena dia ternyata anggota DPR dari daerah Pemilihan Riau, dan dia telah tahu kasus ini dari pemberitaan media, khususnya yang terbit di Riau," imbuh Nofriadi.
Meski demikian ia mengakui, jika upaya meminta bantuan DPR pun kandas, kasus akan dibawa ke ranah hukum.
"Itu pilihan terakhir," tegasnya.
Izin Pengelolaan Hutan, yang Digunakan Tanah Rakyat
Keterangan yang dihimpun menyebutkan, PT Rimba Lazuardi menyerobot tanah ulayat milik Suku Melayu Domo setelah mengantongi SK Menteri Kehutanan Nomor: SK 361/kpts II/1996 tentang Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Pola Transmigrasi Atas Areal Hutan Seluas 12.600 hektare. SK itu terbit 10 Juli 1996.
Luasnya lahan hutan yang diizinkan untuk dikelola membuat tak hanya tanah ulayat Suku Melayu Domo yang diserobot, namun juga tanah di Desa Pesajian, Kecamatan Batang Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, sehingga warga di sana pun kerap melakukan perlawanan.
Pada 16 Maret 2016, warga Desa Pesajian bentrok dengan ratusan petugas keamanan PT Rimba Lazuardi, sehingga tiga orang terluka dan lima unit alat berat milik perusahaan itu hangus dibakar.
Menurut Muhammad Akhiri, rekan Nofriadi dari Khairi & Partners yang mendampingi pengacara itu saat mengadu ke DPR, pelanggaran yang dilakukan PT Rimba Lazuardi atas SK Menteri Kehutanan sangat fatal, karena lahan yang diizinkan untuk dikelola adalah lahan hutan, namun yang dimanfaatkan tanah ulayat warga.
"Saat diserobot, tanah ulayat itu dimanfaatkan warga untuk berladang sosok (pola penanaman dengan tanaman yang berbeda dalam setiap musim, red). Artinya, tanah itu tidak terlantar seperti umumnya hutan. Mustahil PT Rimba tak tahu kalau itu bukan hutan," katanya.
Ia pun menyesalkan sikap Kementerian Kehutanan yang diam saja melihat pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu, karena pasal 18b UUD 1945 jelas menyebutkan bahwa masyarakat adat diakui sebagai identitas dalam negara maupun perangkat-perangkatnya, dalam hal ini penguasaan masyarakat terhadap tanah ulayat, maka harus dilindungi oleh negara.
"Dalam UU Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 juga dijelaskan bahwa eksistensi tanah ulayat diterima negara sepanjang masyarakat dan suku adat masih ada," imbuhnya.
Ia pun mendesak Kemenhut untuk bertindak demi mempertanggungjawabkan terbitnya SK Menteri Kehutanan Nomor: SK 361/kpts II/1996, dan pelanggaran yang dilakukan PT Rimba Lazuardi terhadap SK itu.
"Negara harus hadir dalam masalah ini, karena negara pula pemicunya," tegas dia.
Dari berita yang dilansir halloriau.com pada 16 Desember 2016 diketahui, selain melanggar SK Menteri Kehutanan, PT Rimba Lazuardi ternyata tidak terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kuansing.
Hal tersebut terungkap saat Komisi A DPRD Kuansing melakukan hearing dengan BPN.
Dalam acara itu, staf BPN yang mewakili pimpinannya mengakui, kalau bicara tentang PT Rimba Lazuardi, perusahaan ini tak pernah terdaftar di BPN Kuansing.
"Kita belum bisa berikan klarifikasi karena PT Rimba Lazuardi tidak pernah terdaftar di BPN," katanya.
Suku Melayu Domo Makin Menderita
Nofriandi mencatat, Suku Melayu Domo bermukim di dua desa di Kecamatan Pucuk Rantau, dan terdiri dari sekitar 500 kepala keluarga (KK).
"Dulu, sebelum tanah ulayat mereka dirampas, warga yang masuk golongan menengah bawah dan mayoritas berprofesi sebagai petani itu hidup cukup baik karena mereka mendapat penghasilan dari tanah ulayat itu, namun setelah tanah ulayat mereka dirampas, bisa dibayangkan bagaimana kehidupan mereka sekarang," katanya.
Diakui, memang tak semua warga Suku Melayu Domo lantas kehilangan penghasilan sama sekali, karena di antara mereka juga ada yang memiliki lahan sendiri dengan status girik.
"Yang kita perhatikan saat ini adalah mereka yang tidak punya tanah sendiri, yang semula bergantung pada ladang di tanah ulayat itu. Kami benar-benar berharap masalah ini dapat selesai tanpa harus masuk ke ranah hukum, karena keinginan Suku Melayu Domo hanya satu; tanah ulayat itu dikembalikan," pungkasnya. (rhm)







