Jakarta, Harian Umum - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, mengeritik tulisan berjudul 'Debat Kusir WHOOSH" yang diposting di Grup WhatsApp oleh seseorang yang menggunakan nama Laksamana Sukardi, Menteri BUMN periode 1999-2000 dan 2001-2024.
"Penulis mengatakan, membandingkan proyek kereta cepat harus apple-to-apple, harus dengan proyek sejenis," jelas Anthony melalui siaran tertulis, dikutip Jumat (14/11/2025).
Mengutip tulisan itu, Anthony menambahkan bahwa penulis artikel itu mengatakan, pihak yang mengkritisi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sejauh ini tidak membandingkan proyek tersebut secara objektif dengan proyek sejenis: tidak memperhitungkan kompleksitas trase Jakarta-Bandung yang melewati ketinggian (gunung).
Penulis berpendapat, KCJB seharusnya dibandingkan dengan proyek Maglev Chuo Shinkansen dari Tokyo-Nagoya.
Namun, kata Anthony, masalahnya Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya juga tidak dapat dibandingkan dengan KCJB, bahkan lebih parah; Bbukan hanya medan konstruksi yang berbeda, teknologi kedua kereta cepat tersebut juga berbeda jauh, bagaikan ‘bumi dan langit’.
"agaikan membandingkan ‘macan dengan kucing’," tegas Anthony.
Ekonom ini menjelaskan alasannya:
1. Teknologi kereta cepat Maglev (Magnetic Levitation) yang ‘terbang’ melayang, jauh lebih canggih dan kompleks dibandingkan dengan teknologi KCJB yang bergerak di atas roda
"Nothing to compare (tak ada yang bisa dibandingkan, red)," katanya.
2. Kecepatan Kereta Cepat Maglev Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya bisa mencapai 500 km per jam atau lebih. Bahkan kecepatan kereta cepat teknologi Maglev dapat mencapai 600 km per jam atau lebih.
3. Medan pembangunan konstruksi Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya jauh lebih kompleks dari KCJB, dengan sekitar 90 persen terdiri dari terowongan, dengan kedalaman 40 meter di bawah tanah.
"Jadi, dengan mengatakan KCJB seharusnya dibandingkan dengan Chuo Shinkansen Tokyo-Nagoya, jelas misleading," tegas Anthony lagi.
Ia pun mengajukan pertanyaannya sebagai berikut:
"Apakah penulis atas nama Laksamana Sukardi paham sepenuhnya bahwa tulisannya tersebut misleading: tidak membandingkan apple-to-apple antara KCJB dengan Chuo Shinkansen?"
Atau, lanjut Anthony, penulis memang sengaja melakukan misleading ini, untuk mendiskreditkan para pengamat KCJB yang bersuara keras ada dugaan korupsi dan markup dalam pengadaan proyek KCJB ini.
"Apakah penulis punya maksud tertentu?" tanyanya lagi.
Seperti diketahui, Anthony termasuk pengamat sekaligus ekonomi yang keras menyuarakan ketidakberesan dalam proyek KCJB, termasuk Mark up-nya.
Dalam diskusi yang diselenggarakan Strategis Institut pada 5 November 2025 lalu bahkan mengungkap dugaan mark up tersebut, antara lain dengan menyebut bahwa biaya pembangunan KCJB per kilometer jauh lebih mahal dibanding biaya pembangunan kereta cepat China.
Sebab, jika pembangunan KCJB mencapai USD 52 juta per kilometer, kereta China hanya USD 17-18 juta per kilometer. (rhm)


