Jakarta, Harian Umum - Tiga organisasi yang menginisiasi Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia meminta pemerintah agar menyetop penyebaran jutaan nyamuk aedes aegypti, nyamuk penyeban demam berdarah dengue (DBD), yang telah disuntik dengan bakteri Wolbachia.
Penyebaran nyamuk itu merupakan bagian dari program pemerintah untuk mengatasi wabah DBD, dan merupakan hasil kerjasama dengan The World Mosquito Programme (WMP).
Ketiga organisasi yang menginisiasi Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia adalah Siti Fadilah Supari (SFS) Foundation, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), dan Gladiator Bangsa.
"Setop Penyebaran Jutaan Nyamuk Yang Terpapar Bakteri Wolbachia Karena Berisiko Terhadap Keselamatan Masyarakat dan Lingkungan," kalimat itu terpampang dengan huruf besar-besar pada spanduk Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia saat menggelar konferensi pers di salah satu hotel di Jakarta Selatan, Minggu (12/11/2023).
Menurut mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, Indonesia menjadi salah satu dari 11 negara yang oleh WMP dijadikan pilot project pemberantasan DBD dengan nyamuk aedes aegypti yang telah disuntik dengan bakteri Wolbachia. Singapura termasuk di dalamnya.
"Tetapi masyarakat Singapura menolak, dan program itu dihentikan," katanya.
Ia menyebut, Indonesia tidak dapat menolak program ini karena Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah meratifikasi Pandemic Treaty, sehingga jika sampai 1 Desember 2023 program itu tidak ada yang menolak, maka harus dilaksanakan.
Dan tak hanya itu, karena telah meratifikasi Pandemic Treaty, maka kendali permasalah kesehatan di Indonesia bukan lagi oleh pemerintah, melainkan oleh WHO.
"Ini berbahaya karena nyamuk yang akan disebar di Bali pada Senin (2/11/2023) saja mencapai 200 juta ekor. Nyamuk yang sama juga telah disebar di Semarang, Bandung, dan nanti juga di Jakarta Barat dan kota-kota lain," katanya.
Dari keterangan Siti Fadilah dan Ilmuwan Kun Wardana Abyoto diketahui bahwa nyamuk-nyamuk yang disuntik bakteri Wolbachia dan disebar di Indonesia tersebut adalah nyamuk Aedes aegypti asal Indonesia yang diternakkan di luar negeri dan kemudian diimpor kembali ke Indonesia.
Kun memerinci beberapa alasan berbahayanya nyamuk-nyamuk yang disebar hingga jutaan ekor itu.
1. Saat diternakkan di luar negeri, nyamuk-nyamik itu memerlukan darah, dan tidak diketahui apakah darah itu darah segar, darah yang sudah kadaluarsanya atau darah yang telah terkontaminasi virus seperti HIV atau lainnya.
Jika nyamuk itu telah tekontaminasi virus, maka ketika nyamuk itu menggigit manusia, maka manusia itu akan terinfeksi virus yang dibawanya.
2. Bakteri Wolbachia termasuk bakteri yang bisa bersimbiosis dengan parasit, sehingga jika nyamuk yang dikontaminasi dengan bakteri Wolbacia itu.menggigir anjing yang menderita rabies atau telah terinfeksi parasit lainnya, dan kemudian menggigit manusia, maka parasit dari binatang yang digigitnya akan menginfeksi manusia.
3. Karena nyamuk Aedes aegypti itu diimpor, tidak diketahui apakah hanya bakteri Wolbachia saja yang disuntikkan ke nyamuk itu, atau juga alat canggih yang sangat kecil yang disebut nano chip.
"Jika nyamuk itu juga dimasukkan nano chip, maka ketika nyamuk itu menggigit manusia, nano chip itu akan masuk ke tubuh manusia. Nano chip itu terkoneksi dengan teknologi canggih yang memungkinkan setiap orang dengan nano chip di tubuhnya, dapat dimonitor dan dikendalikan dari jarak jauh," kata Kun.
Atas hal-hal tersebut, Kun menyebut bahwa program memberantas DBD dengan nyamuk Aedes aegypti yang disuntik bakteri Wolbachia ini berbahaya, karena dapat menjadi bioweapon atau bahkan bio terorism.
Ia juga menyebut bahwa di negara-negara yang telah menerapkan program seperti itu, terbukti gagal menelan angka DBD.
"Pada tahun pertama, benar angkanya turun, tetapi pada tahun kedua melonjak dua kali lipat,' katanya.
Siti Fadilah mengatakan, program nyamuk dengan Wolbacia ini juga berbahaya bagi lingkungan kareja dapat mengganggu rantai makanan dan mengganggu keseimbangan alam. Sebab, jika nyamuk dengan Wolbacia dimakan cicak, maka Wolbachia akan masuk ke tubuh cicak itu.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa pemberantasan DBD dengan bakteri Wolbachia ini efektif, karena bakteri itu dapat memandulkan nyamuk Aedes aegypti dan kemudian mematikannya.
Siti Fadilah menjelaskan, punahnya satu spesies dapat memunculkan spesies baru yang lebih ganas dan juga bisa memicu bencana alam. Ia menyebut suatu daerah yang kupu-kupunya punah, di situ muncul tornado.
Sementara Kun mengatakan, di antara semua nyamuk Aedes aegypti mungkin ada yang resisten terhadap Wolbachia, sehingga seperti yang terjadi di Srilanka, angka DBD justru meningkat di tahun kedua.
Komjen Pol Dharma menuding program ini merupakan proyek depopulasi kelompok tertentu yang ingin menguasai dunia dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, karena seperti halnya pandemi Covid-19 yang merupakan wabah by design, dampak yang ditimbulkan nyamuk yang dikontaminasi dengan Wolbacia itu pasti akan memunculkan bisnis vaksinasi oleh pihak yang mendesignnya.
"Ini sangat jahat, karena itu harus ditolak,' tegasnya.
Senada dengan Pongrekunz Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat juga meminta pemerintah agar menyetop program ini karena pasti akan merugikan masyarakat luas, termasuk buruh.
"Saat pandemi Covid-19, buruh termasuk yang terpukul. Bukan hanya ada yang kehilangan anggota keluarganya, tetapi juga pekerjaannya. Dan ini ada lagi, kami minta pemerintah setop program ini," katanya.
Mirah juga mengeritik pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, karena program ini tidak disosialisasikan. Sebab, perwakilan APEK Indonesia di daerah-daerah yang menjadi pilot project program ini, termasuk di Bali, tak ada yang tahu program ini.
"Ini seperti ketika pemerintah akan menerbitkan Omnibus Law UU Cipta Kerja dan UU Kesehatan, rakyat tidak dilibatkan, padahal inienyangkut kehidupan masyarakat juga," katanya.
Kun memastikan bahwa program nyamuk dengan bakteri Wolbachia ini bukan saja akan mengganggu kesehatan masyarakat, tetapi juga akan mengganggu ketahanan dan keamanan nasional.
"Karena itu kami minta program ini diuji dulu dan dilakukan due deligent, karena di negara lain pengujian dengan nyamuk dilakukan dengan menggunakan kelambu agar nyamuknya tidak bisa terbang kemana-mana. Kalau di kita, nyamuknya langsung dilepas ke alam bebas. Padahal, tak ada yang bisa mengontrol gerakan nyamuk, kecuali kalau di dalam tubuh nyamuk itu juga ditanam nano chip," tegasnya.
Untuk diketahui, Kemenkes menetapkan lima kota sebagai pilot proyek program pemberantasan DBD dengan nyamuk yang disuntik bakteri Wolbachia, yaitu Semarang, Bandung, Jakarta Barat, Bontang dan Kupang.
Jutaan nyamuk yang telah dikontaminasi Wolbachia telah dilepas di Semarang pada Mei 2023 lalu, dan juga di Bandung.
Sekitar 200 juta nyamuk yang sama pada Senin (13/11/2023) rencananya juga akan disebar di Denpasar dan Buleleng, Bali, dan pada awal Desember 2023 disebar di Jakarta Barat. (rhm)