Jakarta, Harian Umum- Ribuan umat Islam dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dan dari daerah-daerah lain di sekitarnya, Jumat (26/10/2018), menggelar Aksi Bela Kalimat Tauhid di depan kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) di Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat.
Aksi yang dimotori Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Ulama ini dipicu perbuatan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) yang membakar bendera bertuliskan kalimat Tauhid pada perayaan Hari Santri Nasional di Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Minggu (22/10/2018), serta pernyataan Menko Polhukam yang justru dinilai membela perbuatan Banser.
Massa mulai berdatangan ke lokasi setelah shalat Jumat dengan kendaraan pribadi berupa motor dan mobil, dan kereta bagi mereka yang datang dari Bogor, Depok dan Bekasi.
Tak sedikit dari mereka yang menunaikan shalat Jumat di Masjid Istiqlal, dan setelah itu long march ke lokasi.
Praktis, sepanjang siang hingga sore, Jalan Medan Merdeka Barat menjadi lautan manusia yang sebagian besar berbaju koko putih, sehingga Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menutup jalan tersebut dan mengalihkan arus kendaraan ke jalan-jalan sekitarnya.
Selain itu, aksi ini juga membuat Jalan Medan Merdeka Barat menjadi lautan Al Liwa, bendera Rasulullah SAW berwarna putih bertuliskan kalimat tauhid berwarna hitam ; dan Ar Royah, panji Rasulullah SAW berwarna hitam dengan kalimat tauhid berwarna putih, karena banyak sekali peserta aksi yang membawanya.
Di antara mereka juga ada yang mengenakan ikat kepala bertuliskan kalimat tauhid.
"Kita hidup dan menjadi muslim karena kalimat tauhid. Mati pun dengan kalimat tauhid. Karenanya, ketika ada yang menghina dan menistakannya, apalagi membakarnya, maka wajib dibela," kata KH Irawan Syaifulhaq saat berorasi dari mobil komando.
Habib Fadli mengatakan, ia akan mengajak para habaib muda dan habaib yang sudah tua untuk mengangkat tangan, berdoa, agar orang-orang yang membakar kalimat tauhid diberi azab oleh Allah SWT.
"Saya pernah belajar di Darul Hadist. Dari situ saya tahu bahwa di akhir zaman ada orang yang mati dengan lebih hina dari babi, lebih bau dari babi dan lebih hitam dari babi. Saya berdoa semoga orang-orang yang membakar bendera tauhid akan mengalami kematian yang seperti itu," imbuhnya.
Seperti diketahui, Banser membakar bendera tauhid dengan alasan karena merupakan bendera Ormas terlarang HTI, dan ngotot pada alasannya itu meski mantan Jubir HTI, Ismail Yusanto, mengatakan kalau HTI tidak punya bendera.
Tak hanya itu, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas bahkan hanya mau meminta maaf karena Ormas yang dibawahinya itu telah membuat kegaduhan, bukan karena membakar bendera tauhid, meski MUI telah menyatakan bahwa bendera itu panji Rasulullah dan bukan bendera HTI, serta meminta Banser meminta maaf kepada umat Islam.
Emosi umat Islam makin terbakar setelah pemerintah melalui Menko Polhukam Wiranto mengeluarkan pernyataan yang membela Banser.
"Peristiwa pembakaran tersebut akibat adanya penggunaan kalimat tauhid dalam Bendera HTI. Untuk di daerah lain, saat upacara Hari Santri, bendera tersebut dapat diamankan dengan tertib, sedangkan di Garut cara mengamankannya dengan cara dibakar oleh oknum Banser," kata Wiranto usai rapat koordinasi di kantornya, Selasa (22/10/2018), yang dihadiri Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Jaksa Agung M Prasetyo, Kemendagri, Kemenkum HAM, MUI, dan perwakilan PBNU.
Ia mengaku kalau PBNU telah meminta kepada GP Ansor untuk mengklarifikasi kejadian di Garut, dan menyesalkan cara tersebut telah menimbulkan kesalahpahaman, karena menurutnya, sesungguhnya sebagai Ormas Islam, Banser tidak mungkin dengan sengaja membakar kalimat tauhid, melainkan semata-mata karena ingin membersihkan pemanfaatan kalimat tauhid oleh HTI. (rhm)