Jakarta, Harian Umum- Pengamat Politik Hendri Satrio menilai, kebijakan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 32 Tahun 2018 yang membuat seorang gubernur harus mendapat izin dari presiden jika ingin maju sebagai Capres atau Cawaptes, akan memberi beban negatif bagi elektabilitas Presiden Jokowi.
Pasalnya, penerbitan beleid yang diteken Presiden Jokowi pada 18 Juli 2018 tersebut akan membentuk persepsi di tengah masyarakat bahwa pemerintahan Jokowi takut kalau Gubernur Jakarta Anies Baswedan akan menjadi kontestan di Pilpres 2019.
"Sepertinya takut untuk bersaing. Kalau kemudian publik merasa jangan-jangan ini untuk menjegal anies, ya wajar," katanya seperti dilansir ROL, Kamis (26/7/2018).
Menurut dia, Jokowi tidak perlu membuat PP yang mengatur gubernur maupun kepala daerah yang hendak maju di Pilpres untuk mendapatkan izin dari presiden. PP itu, menurutnya, hanya akan menambah beban negatif pada elektabilitas Jokowi yang belum aman.
"Padahal dengan berbagai hasil survei (dimana) elektabilitas Jokowi memang jauh (di atas kandidat lain), dan cerita Jakarta itu (kemenangan Anies di Pilkada Jakarta 2017, red), menurut saya, sulit terulang di level nasional karena banyak hal yang diperhitungkan yang terjadi di Jakarta kemarin, tidak terjadi di level nasional," imbuhnya.
Seperti diketahui, saat inj banyak sekali pihak dan elemen masyarakat yang menginginkan Anies Baswedan untuk maju sebagai Capres atau Cawapres di 2019, karena figur yang satu ini dinilai layak menggantikan Jokowi sebagai prestasi karena intelektualitasnya, prestasi-prestasinya, dan karakternya.
Tak hanya itu, Anies juga dinilai layak karena tidak seperti Jokowi, setelah dilantik pada 16 Oktober 2017, Anies langsung menepati janji-janjinya.
Di sisi lain, elektabilitas Jokowi terus jatuh karena selain tak memenuhi janji-janji kampanyenya yang diumbar saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi juga terindikasi tak lebih dari orang yang dikendalikan oleh orang-orang di belakangnya, yang mendorong dan mendisain dirinya agar menjadi presiden dengan tujuan-tujuan tertentu.
Tak hanya itu, di tangan pemerintahan Jokowi, negara babak belur karena dilikit utang yang luar biasa besar, BUMN berdarah-darah sehingga aset PT Pertamina pun mau dijual, dan harga kebutuhan melambung tinggi akibat pencabutan subsidi dan kenaikan harga BBM plus tarif dasar listrik (TDL) yang terus dilakukan secara diam-diam.
Di tengah kondisi ini, Jokowi meneken PP 32 Nomor 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden, dan Wapres, Dalam Pencalonan Presiden dan Wapres, serta Cuti dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilu.
Pasal 29 ayat (1) PP itu berbunyi begini: "Gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota atau wakil walikota yang akan dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus meminta ini kepada presiden". (rhm)