Jakarta, Harian Umum- Libur panjang Hari Raya Idul Fitri 1439 Hijriyah yang mencapai 12 hari dan tercatat sebagai libur Lebaran terpanjang dalam sejarah Indonesia, dikhawatirkan menimbulkan banyak dampak yang tak diinginkan.
Pasalnya, libur yang dimulai pada Jumat (8/6/2018) hingga Senin (19/6/2018) ini diperkirakan dapat membuat roda perekomonian tak berjalan sebagaimana mestinya, dan juga berpotensi meningkatkan angka kriminalitas jenis pencurian.
"Selama libur panjang lebaran ini tentunya para pedagang dan pemasok bahan pangan berada di kampung halamannya. Kalau 70% saja dari mereka tidak beraktivitas hingga libur Lebaran berakhir, maka bisa terjadi kelangkaan pangan yang memicu harga semakin membubung tinggi," kata Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar) Sugiyanto kepada harianumum.com di Jakarta, Rabu (13/6/2018).
Selain hal tersebut, 12 hari libur Lebaran tahun ini membuat Jakarta menjadi lebih lama dalam kondisi lengang akibat ditinggal penduduknya mudik ke kampung halaman, karena pada tahun-tahun lalu libur Lebaran hanya 4-6 hari.
Dampak dari lamanya warga mudik, jelas Sugiyanto, berisiko meningkatkan angka kasus pencurian terhadap rumah kosong atau rumah yang ditinggal penghuninya mudik, dan kebakaran.
"Gubernur Anies Baswesan dan Wagub Sandiaga Uno harus mengantisipasi ini. Jangan sampai selama libur Lebaran, warganya yang tidak mudik mengalami kelangkaan pangan, sehingga harga semakin mahal dan mencekik leher," katanya.
Anies juga diminta mengefektifkan RT/RW, Hansip dan Satpol PP untuk mengawasi dan menjaga rumah-rumah yang ditinggal penghuninya mudik demi mencegah maraknya tindak pidana pencurian di rumah kosong, dan memastikan bahwa sebelum warga muidk, mereka telah mengantiisipasi kemungkinan terjadinya kebakaran saat rumah ditinggal pergi.
"Sampai sekarang saya masih tak mengerti mengapa pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2018 dan 2019, menetapkan libur Lebaran hingga selama ini," katanya.
Soal alasan yang diutarakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, bahwa penetapan ini untuk mengurai arus lalu lintas sebelum lebaran dan sesudah mudik lebaran, menurut aktivis yang akrab disapa SGY ini, terlalu mengada-ada.
"Tonton saja di televisi, pemudik terjebak macet dimana-mana, termasuk di Jalur Pantura yang setiap musim mudik selalu macet," katanya.
Ia juga menampik klaim pemerintah bahwa kondisi perekonomian Indonesia cukup baik, sehingga roda perekonomian akan tetap stabil meski libur cukup panjang, karena katanya, kondisi perekonomian sedang tak sehat.
"Pertumbuhan ekonomi kita selama era pemerintahan Jokowi ini rata-rata hanya 5%, di bawah era SBY yang mencapai 6%, sementara harga kebutuhan sangat mahal, antara lain akibat pencabutan semua subsidi, sehingga daya beli masyarakat turun," katanya.
Di sisi lain, lanjutnya, banyak karyawan pabrik di-PHK, namun Jokowi membiarkan saja jutaan tenaga kerja asing (TKA) unskill asal China, masuk dan bekerja di proyek-proyek yang dibiayai investor asal Negeri Tirai Bambu itu, sehingga tenaga kerja lokal gigit jari.
"Saya rasa libur hingga 12 hari ini merupakan kebijakan yang tidak tepat," tegas aktivis yang juga pengusaha ekspedisi ini.
Pasca libur Lebaran, SGY meminta Anies menindak tegas PNS yang bolos pada hari pertama masuk kerja, karena mereka telah libur sangat lama.
"Mereka yang tidak masuk tanpa kabar dan tidak karena sakit, harus dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku," tegasnya.
SGY juga meminta Anies-Sandi agar melakukan sweeping terhadap para pendatang, karena biasanya bersamaan dengan arus balik, ribuan warga dari berbagai daerah memasuki Ibukota untuk mencari pekerjaan.
"Setiap tahun Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) dengan dibantu Satpol PP memang melakukan hal imi, tapi tak ada salahnya saya ingatkan dalam rangka tertib administrasi kependudukan," tegasnya.
Menurut data, pada 2017 jumlah warga Jakarta yang mudik pada H-7 hingga H+2 Lebaran mencapai sekitar 6,41 juta orang, sementara saat arus balik, warga yang memasuki Jakarta pada H+1 hingga H+9 mencapai 6,48 juta orang.
Tahun ini jumlah warga Jakarta yang mudik diperkirakan meningkat, namun masih di kisaran angka 6 jutaan orang dari total warga Jakarta yang berjumlah 10,37 juta jiwa berdasarkan data BPS 2017.
Soal sweeping warga pendatang, saat apel siaga pengendalian arus mudik dan arus balik angkutan Idul Fitri 1439 H di Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur, pada 7 Juni 2018, Gubernur Anies Baswedan mengatakan, Disdukcapil akan melakukan beberapa kegiatan, antara lain pendataan arus mudik dan arus balik Idul Fitri 2018 untuk mengetahui prediksi jumlah pendatang baru pasca Idul Fitri, dan juga dalam rangka pengendalian mobilitas penduduk serta mewujudkan tertib administrasi kependudukan?
Untuk hal ini, Disdukcapil akan menggelar Giat Operasi Bina Kependudukan (BIDUK) sebanyak dua kali dan dilakukan secara serentak di lima wilayah kota admimistrasi dan Kebupaten Kepulauan Seribu pada 10 Juli dan 17 Juli 2018.
Dalam kegiatan ini, petugas akan mendatangi pemukiman padat, rumah kos, rumah susun dan apartemen. (rhm)