Jakarta Harian Umum - Ekonom Ichasanuddin Noorsy menilai, kebijakan Presiden Joko Widodo yang memerintahkan Badan Usaha Logistik (Bulog) untuk mengakuisisi sumber beras di Kamboja, merupakan pola kebijakan sungsang.
Perintah itu diungkap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan dan presiden yang akrab disapa Jokowi itu saat menghadiri peringatan HUT ke-52 HIPMI di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
'Itu pola kebijakan sungsang," cetus Noorsy melalui pesan WhatsApp, Jumat (14/6/2024).
Ia menjelaskan, dahulu Indonesia dikenal sebagai negara agraris, bahkan di era Orde Baru sempat swasembada pangan, sehingga di era yang dipimpin Presiden Soeharto itu, sektor pertanian mampu menyerap sekitar 49-51% tenaga kerja.
"Saat ini, dalam dua periode kepemimpinan Jokowi (2014-2019 dan 2019-2024), pertanian telah menjadi sektor yang tidak lagi mampu memberi sumbangan lapangan kerja karena hanya menyarap 29-31% tenaga kerja," katanya.
Hal itu, menurut Noorsy, karena Jokowi lebih menyukai impor, sementara pembangunan dam dan irigasi gagal membangun harapan hidup bagi petani akibat masalah benih, pupuk, dan harga jual saat panen yang dipukul oleh harga pangan impor.
Kesukaan Jokowi pada impor itu didasarkan pada kebijakan pemerintahannya yang berat ke sektor industri, perdagangan dan permukiman, sehingga bukan hanya minat kaum muda semakin menurun terhadap profesi petani, tetapi juga membuat lahan pertanian terus tergerus.
Data Auriga yang tercatat dalam Laporan Tahunan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) 2023 menyebutkan, pada periode 2015-2017 luas lahan sawah Indonesia terus menyusut, dan sempat meningkat pada 2018-2019, tapi konsisten berkurang lagi sejak 2020.
Pada 2022, luas lahan sawah Indonesia tersisa 9,88 juta hektare, rekor terendah sejak 2014.
"Jungkir balik tata ruang karena heavy ke sektor industri, perdagangan dan permukiman," cetus Noorsy.
Ia menilai, kebijakan Jokowi untuk mengakuisisi sumber produksi beras Kamboja juga menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak memahami masalah secara sistemik struktural tentang barang dan jasa publik, termasuk beras, serta berpikiran pendek dan tidak memihak pada petani Indonesia.
Padahal, ketimpangan terus meningkat dan jumlah petani gurem serta buruh tani terus bertambah diikuti dengan meningkatnya konversi lahan pertanian menjadi kawasan komersial lainnya.
"Rendahnya inflasi di sektor pertanian adalah bukti rakyat disuap dengan Bansos dan berbagai kartu, tapi dimiskinkan dengan kegandrungan impor di sektor barang dan jasa publik. Kebijakan ini merupakan wajah kebijakan pemiskinan struktural dan marginalisasi kelas menengah bawah masyarakat Indonesia," jelas Noorsy.
Ia mengakui bahwa kebijakan Jokowi itu merupakan bukti tidak pernah ada kebijakan Trisakti atau kebijakan Indonesia Maju pada barang dan jasa publik. Kebijakan palsu dalam politik transaksional mendominasi, termasuk dalam pemberian traktor dan pembangunan kawasan pangan.
Ia bahkan menyebut bahwa konsep yang digunakan pemerintahan Jokowi terindikasi merupakan konsep ultra neoliberal yang memposisikan Indonesia seolah negara yg mampu membeli barang dan jasa publik, termasuk beras.
"Padahal, kenyataannya pemerintah gagal mengendalikan harga yg didikte oleh importir. Pemerintah gagal mengatasi mafia impor pangan," tegasnya.
Lebih jauh Noorsy menyebut kalau masalah pangan di Indonesia, termasuk beras, terkait dengan masalah faktor-faktor produksi yang salah satunya tentang data.
"Indonesia tudak memiliki data akurat dan aktual tentang sumberdaya, produksi, deliveri, dan konsumsi beras, baik di level regional maupun lingkup domestik," pungkasnya.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan saat memberikan sambutan pada peringatan HUT HIPMI ke-52 di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024), mengatakan bahwa Presiden telah memerintahkan dirinya untuk menindaklanjuti akuisisi sumber beras di Kamboja.
"Juga Bulog, kita akan akuisisi beberapa sumber beras di Kamboja, dan Presiden tadi sudah perintahkan saya untuk kita tindaklanjuti, dan memang sudah ditindaklanjuti," kata dia.
Selain mengakuisisi sumber beras di Kamboja, Luhut mengungkapkan bahwa Jokowi juga memberi perintah kepada Pertamina agar mengakuisi perusahaan asal Brasil yang memproduksi gula dan etanol. Tujuannya, kata Luhut, sebagai bahan baku bioetanol.
Saat konferensi pers usai menghadiri peringatan HUT ke-52 HIPMI Jokowi menjelaskan kalau ia memerintahkan Bulog agar mengakuisisi sumber beras di Kamboja untuk menjaga stok di dalam negeri
"Itu proses bisnis yang akan dilakukan oleh Bulog, sehingga memberikan kepastian stok cadangan beras negara kita dalam posisi stok yang aman," katanya.
Menurut Jokowi, lebih baik pemerintah melakukan investasi beras melalui Bulog daripada terus membeli dari luar negeri.
"Kalau daripada beli ya lebih bagus investasi," katanya. (rhm)