JAKARTA, HARIAN UMUM - Maraknya aksi demontrasi belakangan, membuat desakan agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) terus menguat.
Menurut Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, dikhawatirkan apabila Perppu tidak dikeluarkan akan menjadi alasan bagi publik untuk turun ke jalan. "Itu akan menyebabkan ketidakstabilan. Karena menjadi alasan publik melakukan aksi dengan turun ke jalan," kata Djayadi.
Akibatnya, menurut Djayadi, gelombang aksi massa menentang revisi UU KPK akan menguras energi pemerintah. "Apalagi demo tersebut juga berdasarkan survey, juga publik meyakini ada dua arus masa yaitu pendemo UU KPK dan orang yang anti Jokowi," ujarnya.
Adapun hasil survey LSI terhadap publik soal setujukan presiden keluarkan Perppu, sebanyak 76,3 persen menjawab setuju. "Hanya 12,9 persen yang menjawab tidak setuju," katanya.
Di tempat yang sama, Guru Besar Politik LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Syamsudin Haris mengatakan, sebelumnya banyak kalangan berharap revisi UU KPK akan lebih menguatkan peran KPK dalam memberantas korupsi. Namun ternyata, setelah para ahli hukum melihat secara seksama, justru malah melemahkan,"Itu sama saja menjadikan KPK sepertu lembaga penegak hukum lainnya yang belum dapat kepercayaan dari masyarakat dalam hal pemberantasan korupsi," terangnya.
Tak heran, Syamsudin menambahkan, upaya melemahkan KPK tersebut menimbulkan aksi demontrasi dari masyarakat. "Hal itu menimbulkan gejolak di masyarakat, tak heran muncul gelombang aksi massa yang turun ke jalan," tandasnya. (Zat)